
6 Orangutan di BOSF Tuntas Rehabilitasi Kembali Dilepaskan
- Pasca pelepasliaran, seluruh orangutan akan dipantau secara intensif selama tiga bulan pertama untuk memastikan mereka mampu bertahan hidup di habitat barunya.
Kabar Ibu Kota
IBUKOTAKINI.COM - Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara melepaskan kembali 6 individu orangutan yang telah rampung menjalani rehabilitasi.
Pelepasan itu dipimpin langsung oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang didampingi oleh Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud, CEO BOSF Jamartin Sihite dan pemangku kepentingan lainnya baik dari instansi pemerintahan maupun pihak swasta, Selasa 22 April 2025.
Seusai pelepasan tersebut, Jamartin Sihite menyebut bahwa dari total 350 orangutan yang masih berada dalam proses rehabilitasi BOSF di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
"Sebanyak 100 individu tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan karena kondisi fisik atau perilaku," ungkapnya.
Dia menjelaskan, enam orangutan tersebut dibawa menuju Hutan Kehje Sewen, Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Hutan Kehje Sewen merupakan salah satu kawasan hutan restorasi yang dikelola BOSF bersama mitra swasta untuk keperluan pelepasliaran orangutan. Kawasan ini telah menjadi rumah bagi puluhan individu orangutan hasil rehabilitasi sejak program pelepasliaran dilakukan pertama kali.
BOSF telah menjadi mitra strategis pemerintah dalam konservasi orangutan sejak dua dekade terakhir. Selain melakukan rehabilitasi, BOSF juga aktif dalam edukasi masyarakat dan penelitian konservasi spesies langka.
BACA JUGA:
Gratispol Resmi Meluncur! Gubernur Harum Buka Akses Pendidikan Gratis di Kaltim - ibukotakini.com
Adapun enam individu orangutan yang dilepasliarkan kali ini terdiri atas tiga jantan dan tiga betina, masing-masing bernama Sie Sie, Siti, Bugis, Uli, Mikhayla, dan Mori.
Satu individu bernama Mikhayla, orangutan betina berusia 10 tahun, secara simbolis dilepaskan langsung oleh Menteri Raja Juli Antoni. Mikhayla adalah kandidat termuda dalam pelepasliaran kali ini.
Dijelaskan, Mikhayla pertama kali temukan pada 12 Januari 2025 di Jalan Poros Sangatta-Bengalon, kawasan konsesi pertambangan PT Kaltim Prima Coal
"Saat diselamatkan, kondisinya sangat kurus. Setelah menjalani rehabilitasi intensif, kini ia siap kembali ke alam,” ujar Jamartin.
Ia menambahkan bahwa pelepasliaran tanpa rehabilitasi berisiko tinggi menyebabkan kematian orangutan karena tidak siap beradaptasi di alam liar.

“Kalau itu terjadi, bukan hanya nama BOSF yang tercoreng, tapi juga nama baik Indonesia di mata dunia,” katanya.
Pasca pelepasliaran, seluruh orangutan akan dipantau secara intensif selama tiga bulan pertama untuk memastikan mereka mampu bertahan hidup di habitat barunya. Masa pemantauan kemudian dilanjutkan hingga satu tahun sebelum dinyatakan benar-benar mandiri.
“Kami tetap melakukan patroli rutin dan menggunakan teknologi telemetri yang ditanam di bawah kulit untuk melacak pergerakan mereka. Namun karena medan di Hutan Kehje Sewen berbukit, sinyal terkadang terhalang dan membuat pemantauan sedikit terhambat,” tutur Jamartin.
Jamartin menambahkan, sebanyak 90 persen orangutan yang ia tangani merupakan korban konflik dengan manusia, sebagian lainnya hasil peliharaan ilegal atau ditemukan di pinggir jalan, kawasan tambang, dan wilayah terdampak pembangunan.
Sementara itu, Raja Juli Antoni menegaskan, pelepasan kembali orangutan ini merupakan hasil kolaborasi pihak pemangku kepentingan baik dari Pemerintah Pusat, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), Pemerintah Provinsi Kaltim, BOSF serta mitra dari pihak swasta.
"Mereka bekerja sama menyelamatkan orangutan sebagai salah satu primata yang terancam punah akibat kerusakan lingkungan,” kata Raja Juli dalam keterangannya di lokasi pelepasliaran.
Ia mengemukakan bahwa proses konservasi tidak bisa dipisahkan dari upaya menjaga kelestarian hutan sebagai habitat asli satwa, termasuk orangutan.
Raja Juli mengaku dilematis dengan pelepasan tersebut, di satu sisi ia merasa bahagia karena mengembalikan primata itu ke habitat aslinya, namun ini juga gambaran akan kerusakan habitat mereka sebelumnya.
"Maka ini jadi tantangan buat kami, ke depan harus lebih serius menjaga hutan agar tidak semakin banyak individu yang harus direhabilitasi seperti yang dilakukan BOSF,” ujarnya.
Dia melanjutkan, dalam proses rehabilitasi, orangutan menerima perawatan medis, pemulihan kondisi fisik dan mental, serta pelatihan bertahan hidup di alam liar sebelum akhirnya dinyatakan layak dilepasliarkan.
Menteri Raja Juli juga menyampaikan bahwa pemerintah akan memperkuat regulasi dalam perlindungan satwa liar dan kawasan hutan, sembari tetap mendukung pembangunan nasional.
“Pembangunan penting untuk kesejahteraan rakyat, tapi alam juga harus dijaga. Keseimbangan itu harus kita wujudkan karena alam adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga,” tegasnya.
Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud yang turut hadir, menyebut bahwa pelepasliaran orangutan ini menjadi simbol kuat kolaborasi nyata antara pemerintah dan lembaga konservasi dalam menjaga spesies endemik Kaltim.
“Ini bukti nyata bahwa komitmen bersama bisa melahirkan dampak besar, bukan hanya bagi konservasi orangutan tapi juga keberlanjutan ekosistem dalam pembangunan daerah,” kata Rudy. ***