Ketua DPP APINDO Kaltim, Abriantinus
Ekbis

APINDO Kaltim Ingatkan Pentingnya Data Jelang Penetapan UM 2026

  • Pertimbangkan Keberlangsungan Ekonomi Daerah
Ekbis
Ferry Cahyanti

Ferry Cahyanti

Author

IBUKOTAKINI.COM – Menjelang penetapan upah minimum (UM) tahun 2026, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kalimantan Timur meminta seluruh pemangku kepentingan mempersiapkan diri dengan data yang lengkap dan akurat. 

Ketua DPP APINDO Kaltim, Abriantinus, menegaskan bahwa perdebatan soal UM tak boleh sekadar bertumpu pada angka-angka makro, melainkan harus berangkat dari kondisi riil di lapangan.

“Dialog soal upah harus berbasis data. Bukan hanya inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tapi juga bagaimana struktur biaya industri, profil sektor unggulan, hingga kemampuan perusahaan menyerap tenaga kerja,” ujar Abriantinus, Minggu, 21 September 2025.

BACA JUGA:

731 Ribu Pekerja Informal Nikmati Diskon Iuran JKK dan JKM dari Pemerintah

Menurutnya, sejumlah indikator penting perlu dipersiapkan sebelum memasuki forum Dewan Pengupahan. 

Di antaranya inflasi daerah yang dirilis BPS, tingkat konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi per sektor atau PDRB, rata-rata upah pekerja formal maupun informal, hingga pemetaan posisi kabupaten/kota dalam kuadran upah rata-rata terhadap kebutuhan hidup layak (KHL). 

Selain itu, perusahaan diminta menyajikan struktur dan skala upah internal sebagai bahan pertimbangan.

BACA JUGA:

Baru 10 dari 68 SPPG Berjalan, DPR Minta Percepatan di Balikpapan

APINDO juga menekankan perlunya memperkuat posisi melalui data industri daerah. 

Misalnya, kontribusi sektor unggulan terhadap PDRB, jumlah tenaga kerja, tren produktivitas, beban biaya usaha seperti energi, logistik, dan pajak daerah, hingga kondisi profitabilitas dan utilisasi kapasitas produksi. 

“Tanpa data ini, argumen pengusaha akan lemah. Padahal, UM seharusnya mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan pekerja dan daya tahan perusahaan,” kata Abriantinus.

Terkait formulasi UM, APINDO menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak membatalkan formula dalam PP 51. Bagi mereka, konsistensi penerapan formula tetap penting agar lebih mudah dikomunikasikan ke publik. 

BACA JUGA:

Pertamina AFT Sepinggan Borong 5 Penghargaan ENSIA 2025

Namun, formula baru juga harus mampu mengakomodasi KHL sesuai amanat MK, sekaligus mengatasi persoalan disparitas upah antar-daerah yang terlalu lebar.

“Indeks kepatuhan penerapan UM (Kaetz Index) masih di bawah 1, artinya banyak perusahaan belum mampu melaksanakan UM. Kalau ini tidak diatasi, upah minimum hanya akan jadi angka di atas kertas,” ujar Abriantinus.

APINDO mengusulkan formula UM 2026 yang tetap memasukkan variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi, ditambah penyesuaian KHL sebagai faktor korektif. 

Dengan demikian, UM tidak melulu naik berdasarkan angka makro, tapi juga mempertimbangkan posisi KHL di setiap daerah.

BACA JUGA:

25.661 Siswa di Balikpapan Terima Manfaat Program Makan Bergizi Gratis

Bagi APINDO, ruang dialog dalam penetapan UM tetap mutlak. “UM bukan hanya soal pekerja atau pengusaha, tapi juga soal keberlangsungan ekonomi daerah secara keseluruhan,” kata Abriantinus. ***