Bank Dunia Proyeksi Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,1 Persen Tahun 2022
- IBUKOTAKINI.COM - Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,1% hingga akhir 2022. Proyeksi ini masih berad
Kabar Ibu Kota
IBUKOTAKINI.COM - Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,1% hingga akhir 2022.
Proyeksi ini masih berada dalam kisaran outlook pemerintah yang sebesar 4,8% hingga 5,5%. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyebut Indonesia menjadi salah satu negara yang dapat mengembalikan output ke level sebelum pandemi.
“Perekonomian global telah bergesar dari krisis pandemi ke potensi krisis energi, pangan dan keuangan,” ujar Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi, dikutip TrenAsia.com Media Berjejaring Ibukotakini.com pada, 8 Juni 2022.
Dalam laporan Global Economic Prospects (GEP) 2022, Bank Dunia mengemukakan, perekonomian Indonesia akan mendapat dorongan dari kenaikan harga komoditas.
- https://ibukotakini.com/read/bpbd-balikpapan-antisipasi-kelurahan-rawan-longsor
- https://ibukotakini.com/read/pimpin-sertijab-pejabat-kodam-berikut-penegasan-pangdam-vi-mulawarman
- https://ibukotakini.com/read/pln-kawal-progres-penyambungan-pelanggan-tegangan-tinggi-pertama-di-kalimantan
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi global akan melambat signifikan dari 5,7% tahun lalu menjadi hanya 2,9% pada 2022. Proyeksi ini turun signifikan sebanyak 1,2 poin presentase (pp) dari proyeksi sebelumnya pada Januari 2022.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022 terjadi di berbagai negara, baik maju maupun berkembang. Zona Eropa sebagai episentrum konflik geopolitik turun 1,7 pp dari 4,2% menjadi 2,5%, sementara Rusia diproyeksi turun sangat dalam sebesar 11,3 pp.
Dua negara dengan ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok turun masing-masing 1,2 pp dan 0,8 pp. Kemudian, kelompok negara berkembang seperti India, Meksiko, dan Thailand turun sebesar 1,2 pp, 1,3 pp dan 1,0 pp.
Penurunan proyeksi ini berawal dari tingginya inflasi di berbagai negara yang didorong oleh lonjakan harga komoditas energi dan pangan serta disrupsi suplai.
Kemudian, sebagai upaya mengendalikan inflasi dilakukan pengetatan kebijakan moneter sehingga menciptakan pengetatan likuiditas global dan naiknya biaya pinjaman atau cost of fund.