
Cegah Fraud, BPJS Kesehatan Perkuat Kolaborasi
- Masyarakat memiliki peran besar mencegah kecurangan layanan JKN
Tren
IBUKOTAKINI.COM - Upaya pencegahan kecurangan (fraud) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai membutuhkan kerja bersama yang melibatkan berbagai institusi, mulai dari regulator, fasilitas kesehatan, hingga akademisi. Pendekatan kolaboratif itu disebut menjadi kunci agar sistem JKN tetap kredibel dan berkelanjutan di tengah tantangan digitalisasi dan kompleksitas layanan kesehatan.
Mantan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menegaskan pentingnya membangun sistem pengawasan JKN secara menyeluruh, terutama di level operasional. Penggunaan teknologi seperti artificial intelligence (AI) memang krusial, namun tidak bisa sepenuhnya mencegah potensi kebocoran.
“Digitalisasi memang penting, terutama mengingat data JKN yang melibatkan hampir 300 juta orang. Tetapi setiap sistem digital pasti punya celah. Oknum pelaku fraud juga terus berkembang. Karena itu upaya pencegahan harus terus dimodifikasi,” ucapnya.
Menurut Pahala, pencegahan fraud tidak bisa dibebankan kepada BPJS Kesehatan atau pemerintah saja. Seluruh pemangku kepentingan perlu terlibat aktif. Di mana BPJS Kesehatan harus mengambil posisi sebagai pemimpin operasional di lapangan.
“Ini kerja bersama, tapi harus ada yang memimpin. Regulasi berasal dari Kementerian Kesehatan, namun secara operasional BPJS Kesehatan memimpin di lapangan,” katanya.
BACA JUGA:
BPJS Kesehatan Kukuhkan Duta Muda Nasional 2025 - ibukotakini.com
Ia juga mendorong keterlibatan rumah sakit sebagai garda terdepan dalam pendeteksian fraud. Penguatan unit pengawasan internal dan kompetensi SDM menurutnya menjadi keharusan.
“Unit internal rumah sakit harus diperkuat. Mereka yang paling tahu kondisi di lapangan dan harus berani melaporkan potensi fraud,” tutur Pahala.
Pahala menyebut masyarakat juga memiliki peran besar dalam mencegah kecurangan layanan JKN. Literasi peserta menjadi kunci agar pengaduan yang masuk dapat menjadi masukan berkualitas bagi perbaikan sistem.
“Sistem belum sempurna jika belum memunculkan feedback yang bermutu dari masyarakat. Untuk itu, literasi harus dibangun agar peserta tahu hak dan kewajibannya,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa sistem ideal harus bergerak dalam siklus: desain–implementasi–feedback–perbaikan, yang berlangsung terus-menerus.
Pahala juga mengapresiasi rencana penyelenggaraan Indonesian Health Insurance Anti-Fraud Forum (INAHAFF) oleh BPJS Kesehatan pada awal Desember 2025. Forum itu dinilai penting sebagai ruang berbagi pengalaman, tidak hanya dengan pemangku kepentingan nasional tetapi juga internasional.
“Forum seperti INAHAFF sudah lazim di luar negeri. Eropa dan Amerika juga melakukannya. Karena pencegahan fraud membutuhkan upaya kolaboratif besar,” ujarnya. ***
