Ahmad Rauf asal Kabupaten PPU, Provinsi Kaltim Mahasiswa International University of Africa, Khartoum, Sudan
Kabar Ibu Kota

Cerita Ahmad Rauf Mahasiswa Asal PPU, Terkepung Di Tengah Gencatan Senjata Wilayah Konflik Militer Sudan

  • IBUKOTAKINI.COM - Ahmad Rauf (26) adalah salah satu dari ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terkepung di tengah gencatan senjata konfli
Kabar Ibu Kota
Niken Dwi Sitoningrum

Niken Dwi Sitoningrum

Author

BALIKPAPAN, IBUKOTAKINI.COM - Ahmad Rauf (26) adalah salah satu dari ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terkepung di tengah gencatan senjata konflik militer yang terjadi di Sudan, Afrika Utara. Ia merupakan warga Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang berkesempatan untuk menempuh pendidikan di International University of Africa, Khartoum, Sudan melalui jalur beasiswa fully funded atau dibiayai sepenuhnya oleh pihak kampus.

Sejak pecahnya konflik militer pada tanggal 15 April 2023, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Khartoum berupaya untuk mengevakuasi WNI yang berada di pusat lokasi konflik.

"Beberapa hari (setelah pecahnya konflik) kemudian, KBRI Khartoum mengumumkan untuk semua (WNI) berkumpul mengevakuasi diri dan dinaikkan statusnya ke Siaga I," terangnya ketika ditemui awak media di VIP Room Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan pada Jumat (5/5/2023).

"Sampai tanggal 25 April 2023, baru mulai dievakuasi (oleh pemerintah Republik Indonesia)," tambahnya.

BACA JUGA:

Meski begitu, pemuda yang akrab disapa Rauf ini tetap bersyukur karena jaringan telekomunikasi, khususnya internet masih berjalan sangat lancar. Sehingga, keluarganya yang berada di Kaltim masih dapat mendengar kabar terkait keselamatannya yang masih berada di sekitar lokasi konflik.

"Alhamdulillah saat itu internet tidak mati, karena memang tentara pun butuh (jaringan internet) untuk komunikasi dan saya masih bisa berkomunikasi dengan keluarga di Kaltim," ucapnya.

Ia merincikan, lokasi kampus tempatnya mengenyam pendidikan dan tempat tinggal mahasiswa International University of Africa memang berada dalam radius 20 Kilometer persegi di tengah lokasi konflik militer yang terjadi antara tentara nasional Sudan dan Rapid Support Force (RSF).

KBRI Khartoum yang telah menyatakan kondisi tanggap darurat perang, bergerak cepat untuk mengumpulkan semua WNI, baik mahasiswa dan juga Pekerja Migran Indonesia (PMI) di satu tempat.

"Alhamdulillah mahasiswa dan PMI tidak ada yang menjadi korban (gencatan senjata). Karena, KBRI Khartoum bergerak cepat untuk evakuasi masyarakat Indonesia," tuturnya.

Beberapa bangunan kampus hancur. Sebab, markas RSF memang berada sangat dekat dengan lokasi kampus. Beragam jenis agresi militer terjadi di sekitar Rauf, mulai dari peluru yang berlalu-lalang hingga bom dengan radius yang sangat dekat.

BACA JUGA:

"Di balkon atas lantai empat itu, peluru berseliweran di atas kami. Ketika konflik baru pecah, ada juga bom dengan radius sekitar 200-300 meter dari kediaman kami, itu satu orang meninggal karena memang dekat," jelasnya.

Posisi kampus Rauf memang terletak tepat di belakang markas tentara RSF. Ia dan sejumlah rekan mahasiswa terkepung di tengah konflik dan gencatan senjata yang terjadi.

"Kita benar-benar dikepung. Lokasi yang banyak mahasiswa itu memang dikepung (agresi militer)," lanjutnya lebih rinci.

Akibat gencatan senjata yang terjadi, bandar udara yang berada cukup dekat dengan lokasi kampus Rauf pun juga hancur dan tak bisa beroperasi.

"Mungkin masih bisa diperbaiki, tetapi memang tidak bisa beroperasi. Karena, memang masih dikuasai juga bandaranya," katanya.

Rauf menjelaskan, untuk berpindah lokasi dalam proses evakuasi pun membutuhkan waktu dan perjuangan yang cukup panjang. Rencana awal dari 12 mobil yang disediakan pun hanya 8 mobil yang tiba dan dapat memindahkan posisi WNI dari Khartoum.

"Makanya kita telat dua hari dari kloter kedua. Setelah dua hari, baru kita berangkat ke tempat paling aman, yaitu Port Sudan, itu sekitar 12 atau 13 jam perjalanan lewat darat," jelasnya.

Setibanya di Port Sudan, Rauf dan WNI lainnya harus tinggal selama kurang lebih empat hari untuk mengikuti jadwal pemulangan berdasarkan kloter-kloter yang telah direncanakan KBRI Khartoum.

"Kloter pertama menggunakan kapal, kedua pesawat, ketiga pesawat, baru saya kloter empat menggunakan pesawat menuju Jeddah," sebutnya.

Sampai di Jeddah, kloter empat evakuasi pun disambut oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah dan menginap selama sekitar tiga hari. Sebelum kloter keempat, kloter tiga sejumlah kurang lebih 75 orang telah diberangkatkan menggunakan pesawat militer.

"Baru kita diberangkatkan ke Jakarta pakai pesawat Garuda Indonesia. Setelah sampai di Jakarta, kita awalnya diinapkan di Asrama Haji untuk kebutuhan vaksinasi dan Swab PCR," ungkapnya.

"Kemudian, baru diinapkan di Asrama Kaltim. Alhamdulillah kita disambut baik di sana selama 3 hari, karena memang pada saat itu tidak mendapatkan tiket menuju ke Balikpapan sampai hari ini," sambungnya.

Rauf mengucap syukur, karena ia dan rekan lainnya yang berasal dari Kaltim dan Kaltara dapat tiba di Balikpapan dengan selamat, tak kurang suatu apapun. Meski konflik masih tidak dapat diprediksikan selesai dalam waktu dekat, ia berharap dapat kembali ke Sudan untuk melanjutkan studinya.

"Mohon doanya, teman-teman semua bisa melanjutkan kembali kuliah dengan lancar, di Indonesia maupun nanti di luar negeri. Harapannya tetap bisa balik ke Sudan untuk melanjutkan kuliah, karena memang ini tahun terakhir saya, sudah semester 7. Tinggal 1 semester lagi baru susun skripsi," ujar mahasiswa jurusan Ilmu Hadis ini.

Ia mengatakan, tujuannya menempuh pendidikan sampai di Sudan memang karena keunggulan tersendiri dari institusi pendidikan tempatnya berkuliah. Utamanya, Bahasa Arab yang diajarkan dan hubungan kekerabatan yang cukup erat antara alumni asal Indonesia dan hal-hal lainnya.

"Sudan ini memiliki keunggulan di Bahasa Arabnya yang sangat bagus. Mushohihnya juga tersebar di mana-mana, jadi kita untuk khalaqah-khalaqah juga mudah menemukan kerabat. Apalagi, beasiswa yang memang diberikan secara penuh dari kampus," pungkas pria yang menginjakkan kaki ke Sudan sejak 2018 silam ini. ###