
Daya Beli Masyarakat Melemah, Momen Lebaran Tak Pengaruhi
- Konsumen dilaporkan semakin pesimistis terhadap kondisi penghasilan dan menunjukkan kekhawatiran yang meningkat terhadap ketersediaan lapangan kerja.
Tren
IBUKOTAKINI.COM – Sejumlah indikator ekonomi nasional menunjukkan sinyal mengkhawatirkan: daya beli masyarakat Indonesia terus melemah, menandai potensi guncangan terhadap keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.
Lembaga riset ekonomi NEXT Indonesia Center memperingatkan bahwa kondisi ini harus segera direspons oleh pemerintah dengan langkah konkret dan terukur agar tidak menjalar lebih dalam ke berbagai sektor.
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Februari 2025, angka terendah dalam 25 tahun terakhir. Alih-alih menjadi kabar baik, deflasi ini justru mencerminkan turunnya permintaan Masyarakat indikasi jelas dari pelemahan konsumsi.
Survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari Bank Indonesia turut memperkuat sinyal ini. Konsumen dilaporkan semakin pesimistis terhadap kondisi penghasilan dan menunjukkan kekhawatiran yang meningkat terhadap ketersediaan lapangan kerja.
"Anggapan itu membuat keyakinan konsumen terhadap penghasilannya ikut melemah," jelas Christiantoko, Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (5/4/2025).
Akibatnya, masyarakat mulai menahan pengeluaran. Fenomena ini mulai terasa nyata di pusat perdagangan seperti Pasar Tanah Abang, Jakarta, yang dilaporkan sepi pengunjung sejak awal tahun. Penjualan eceran nasional pun tercatat terkoreksi 0,5% yoy pada Februari 2025, dengan penurunan tajam pada kelompok barang seperti pakaian, bahan bakar minyak (BBM), dan alat komunikasi.
BACA JUGA:
Puncak Arus Balik Lebaran 2025, Pengamanan Pelabuhan Semayang Diperketat - ibukotakini.com
Biasanya, bulan Ramadan dan Idulfitri menjadi pendorong utama konsumsi domestik. Namun, tahun ini momentum musiman tersebut diperkirakan tidak akan cukup kuat untuk membalikkan tren negatif.
"Tanpa kebijakan pendukung dari pemerintah, efek Ramadan tidak akan mampu mengangkat konsumsi secara signifikan," tegas Christiantoko.
Bukti lain datang dari data penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Januari 2025 yang hanya mencapai Rp24,6 triliun, terendah dalam 12 tahun terakhir. Mengingat PPN merepresentasikan aktivitas konsumsi, angka ini menjadi alarm keras bagi pemerintah bahwa daya beli masyarakat mengalami tekanan sistemik.
Pelemahan konsumsi juga diperburuk oleh tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menggerus kepercayaan dan kemampuan belanja rumah tangga. Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 54% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Gejala perlambatan juga terlihat dari sektor otomotif. Penjualan kendaraan ritel turun 10%, dan penjualan grosir dari pabrik ke diler turun 4,5% selama Januari–Februari 2025. Ini menandakan bahwa tekanan ekonomi telah menjalar hingga ke segmen masyarakat kelas menengah.
Melihat kondisi yang mengkhawatirkan ini, NEXT Indonesia Center menekankan pentingnya intervensi cepat dari pemerintah. Beberapa langkah prioritas yang perlu segera dilakukan adalah:
- Menjaga stabilitas harga, terutama pasca Lebaran;
- Mempercepat kelancaran distribusi barang dan logistik untuk menekan biaya dan mencegah lonjakan harga;
- Memastikan penyaluran bantuan sosial (bansos) tepat sasaran untuk menopang daya beli lapisan masyarakat rentan.
Tanpa kebijakan strategis dan terukur, risiko pelemahan ekonomi bisa meluas dan menghambat target pertumbuhan nasional di tahun berjalan. (Trenasia)