Dongkrak Pendapatan, Tiga Capres Janjikan Reformasi Pajak
Ekonomi

Dongkrak Pendapatan, Tiga Capres Janjikan Reformasi Pajak

  • JAKARTA - Tiga kandidat utama yang memperebutkan pemilihan presiden Indonesia bulan ini mengusulkan untuk meningkatkan kas negara dengan
Ekonomi
Redaksi

Redaksi

Author

JAKARTA, IBUKOTAKINI.COM - Tiga kandidat utama yang memperebutkan pemilihan presiden Indonesia bulan ini mengusulkan untuk meningkatkan kas negara dengan membentuk badan pemungut pajak yang baru, meskipun ada skeptisisme dari komunitas pajak dan bisnis.

Para pembuat kebijakan di ekonomi terbesar di Asia Tenggara telah lama mempertimbangkan pembentukan lembaga perpajakan yang lebih kuat untuk mengatasi masalah pengumpulan pendapatan yang sangat lemah, meskipun mereka gagal menangani solusi yang lebih sederhana seperti memperluas basis pajak.

Indonesia telah mengelola keuangannya dengan relatif baik selama 10 tahun masa jabatan Presiden Joko Widodo, tetapi kapasitas pengeluarannya dibatasi oleh batasan defisit, pengeluaran besar untuk subsidi energi, dan peningkatan pembayaran bunga atas utang.

Pada tanggal 14 Februari, Indonesia akan memilih presiden baru, dan ketiga kandidat tersebut berjanji untuk memindahkan tanggung jawab departemen pajak dari Kementerian Keuangan ke presiden.

Survei opini terbaru menunjukkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memimpin pencalonan presiden dengan selisih yang cukup besar, di depan mantan gubernur provinsi Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Prabowo telah menetapkan target pajak terhadap PDB tertinggi sebesar 18%, atau sekitar US$100 miliar dalam pendapatan pajak tambahan, jika dia memenangkan kursi kepresidenan. Ia juga menjanjikan pemotongan pajak penghasilan pribadi.

“Lembaga baru akan membuat otoritas pajak lebih kuat, lebih terintegrasi,” kata Drajad Wibowo, ekonom tim Prabowo, seraya menambahkan hal ini dapat meningkatkan kapasitas petugas untuk menyelidiki kasus penggelapan.

BACA JUGA:

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies, telah berjanji akan memangkas pajak untuk kelas menengah dan menaikkannya bagi orang kaya, dengan target rasio pajak sebesar 13% -16% dari PDB.

“Ia juga ingin hal ini dilakukan di bawah pengawasan lembaga baru, yang didasarkan pada Layanan Pajak Internal Amerika Serikat,” ungkap ekonomnya, Wijayanto Samirin.

Mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, telah berjanji untuk melipatgandakan ukuran anggaran Indonesia, saat ini sebesar US$216 miliar, dengan menindak penggelapan pajak dengan penegakan hukum yang lebih ketat dan pembuatan sistem pemungutan pajak digital di bawah badan baru.

Namun, beberapa ekonom dan komunitas bisnis mengatakan badan pajak baru mungkin tidak menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi jika masalah lain seperti basis pajak yang rendah tidak ditangani.

Jahen Rezki, seorang peneliti di Universitas Indonesia, mengatakan pemerintah selanjutnya harus mempertimbangkan untuk mengenakan pajak baru, seperti emisi karbon atau warisan.

Bank Dunia mengatakan independensi otoritas pajak tidak menjamin kinerja yang lebih baik, meskipun belum menilai manfaat lembaga semacam itu di Indonesia.

“Kemungkinan ada lebih banyak kendala yang mengikat terkait pengumpulan pendapatan daripada kemandirian administratif otoritas pajak,” kata pemberi pinjaman multinasional kepada Reuters.

Mereka telah menyarankan agar pemerintah dapat memperketat peraturan pajak untuk usaha kecil dan memperkuat basis data untuk pemenuhan kewajiban pajak.

Fajry Akbar, seorang peneliti dari think tank Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), mengatakan pembentukan lembaga baru tidak diperlukan ketika solusi yang lebih mudah sudah diterapkan, seperti digitalisasi dan memiliki tenaga kerja pemungut pajak yang lebih besar.

“Itu sebabnya pembentukan lembaga akan membuang-buang waktu dan akan memakan biaya,” tuturnya, dikutip dari Reuters, pada Jumat, 2 Februari 2024.

Tutum Rahanta, seorang pejabat asosiasi pengecer Indonesia, mengatakan badan baru yang diusulkan tidak akan menghasilkan apa-apa tanpa perubahan dalam cara petugas pajak berinteraksi dengan pembayar pajak untuk mendorong masyarakat menyatakan pendapatan mereka.

“Petugas pajak harus adil. Terkadang antara kita dan mereka, kita bisa memiliki persepsi yang berbeda (tentang kasus perpajakan). Alih-alih meluruskannya, mereka membuat ini menjadi semacam kasus pemerasan,” katanya. (Trenasia.com)