ilustrasi
Kabar Ibu Kota

Elpiji Melon di Balikpapan Langka dan Mahal, Ini Saran Dinas Perdagangan Buat Pertamina

  • IBUKOTAKINI.COM – Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Balikpanan menyebut kelangkaan elpiji melon ini terjadi hampir di seluruh wilayah Balikpapan.
Kabar Ibu Kota
Bambang Susilo

Bambang Susilo

Author

BALIKPAPAN, IBUKOTAKINI.COM – Warga Balikpapan mengeluhkan langka dan mahalnya elpiji 3 kilogram alias elpiji melon. Mereka menumpahkan keluh-kesah di akun Instagram milik Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud. 

“Kilo (Balikpapan Utara) langka, sudah 2 hari masak sayur pakai rice cooker,” tulis pemilik akun elena***. Pertanyaan itu disampaikan di kolom komentar wali kota yang sedang menghadiri undangan sebuah pernikahan.  

“Pak ada gas 3 kg kah di sana, harus saya beli lagikah Rp50 ribu buat 2 minggu pemakaian keliling nyari ada, tapi (harganya) Rp45-50-60 ribu,” tulis @rani***, warga lainnya.  

Ungkapan senada disampaikan @sr.iles*** “Sama nah aku juga bingung ini kok harga gas melon gila-gilaan? mana susah juga carinya”. 

Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Balikpanan menyebut kelangkaan elpiji melon ini terjadi hampir di seluruh wilayah Balikpapan. Padahal, menurut Kepala Disdag Balikpapan, Haemusri Umar, distibusi yang dilakukan Pertamina sudah sesuai dengan data penerima subsidi.

BACA JUGA:

Haemusri menduga kelangkaan diakibatkan tidak adanya distribusi tambahan pada libur panjang pekan lalu

“Jadi, pada saat libur, tidak ada distribusi tambahan dari pusat. Itu semenjak bulan Mei. Sudah dua bulan terakhir ini,” ujar Haemusri, Senin (3/7/2023).

Kondisi itu diperparah ketika distribusi berlangsung, masyarakat langsung menyerbu agen atau distributor. Ia mencontohkan warga Balikpapan Selatan yang terdesak, kemudian membeli di wilayah Balikpapan Timur. Hal itu akan berpengaruh pada jatah masyarakat di daerah itu. Padahal, kebutuhan distribusi di Balikpapan Timur sudah dihitung sesuai data dan berkecukupan.

“Misalnya, saya sekitar sebulan menggunakan 3 tabung, ya sudah jatah saya 3 tabung dan agen yang menyediakan juga sudah ditunjuk untuk bisa memenuhi,” katanya.

Faktor lainnya, kata Haemusri adalah penjualan yang tidak tepat sasaran. Pelaku usaha makro dan restoran juga mengambil jatah subsidi masyarakat yang lebih membutuhkan.

Karena itu Disdag mengusulkan pembatasan distribusi melalui penggunaan kartu serupa dengan mekanisme pembelian solar.   Pengguna kartu juga harus sesuai dengan data keluarga miskin (gakin) sebagai penerima subsidi. ***