Gawat! Balikpapan Masuk Zona Bahaya untuk Penyakit Jantung
- IBUKOTAKINI.COM - Penyakit jantung di Kota Balikpapan sudah memasuki zona bahaya sejak tahun 2019.
Kabar Ibu Kota
BALIKPAPAN, IBUKOTAKINI.COM - Penyakit jantung menjadi penyakit rawan di Kota Balikpapan. Bahkan, penyakit jantung di Kota Balikpapan sudah memasuki zona bahaya sejak tahun 2019.
Hal ini yang disampaikan Wakil Ketua Yayasan Jantung Indonesia Cabang Kota Balikpapan, drg Dyah Muryani kepada awak media.
Penyakit jantung menjadi penyakit terentan di urutan ketiga. Untuk urutan pertama adalah penyakit kanker dan kedua penyakit jantung koroner.
Dyah memaparkan penyakit jantung itu ada berbagai macam seperti penyakit jantung katubnya rusak, ada juga jantung karena penyakit bawaan. "Sangat banyak sekali," ucapnya.
Penderita penyakit jantung banyak diusia diatas 60 tahun, sedangkan penyakit jantung bawaan itu lebih banyak anak-anak. Untuk penyakit jantung koroner itu lebih banyak usia muda. "Mungkin karena pengaruh makanan dan minuman yang terlalu manis, makanan banyak lemak," paparnya.
Penyakit jantung banyak terdeteksi semenjak warga berobat dengan menggunakan BPJS. Pasalnya, berobat diberikan secara gratis sebelumnya biaya berobat jantung bayar sendiri dan biaya pun mahal, seperti operasi jantung, carteternya hingga pemasangan ring, "Coba liat di poli jantung rumah sakit, itu selalu penuh. Sekarang penyakit jantung apapun dibiayai BPJS," jelasnya.
Salah satu upaya yang dilakukan bagi penderita jantung, dengan melaksanakan senam jantung sehat yang berbeda dengan senam aerobik. "Senam jantung sehat bisa melemaskan otot-otot, pembuluh darah tapi harus rutin setiap hari," terang Dyah Muryani.
Dyah mengungkapkan untuk menjaga jantung sehat dengan menjaga pola hidup untuk tidak bergadang juga menjaga pola makan, supaya tidak makan dan minuman manis salah satunya minuman kopi manis ternyata itu salah satu pemicu penyakit jantung.
Berdasarkan data Riskesdas 2018 yang dipublikasikan Kementerian Kesehatan pada 2021 menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5%, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, kemudian DIY 2%, dan Gorontalo 2%.
Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat pula 8 provinsi lainnya dengan prevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional. Delapan provinsi tersebut adalah, Aceh (1,6%), Sumatera Barat (1,6%), DKI Jakarta (1,9%), Jawa Barat (1,6%), Jawa Tengah (1,6%), Kalimantan Timur (1,9%), Sulawesi Utara (1,8%) dan Sulawesi Tengah (1,9%). ***