logo
IHSG Menguat 2,81% Pekan Lalu, Pasar Saham Dibayangi Risiko Global
Ekbis

IHSG Menguat 5,83% dalam Sepekan, Didukung Stimulus China

  • Pergerakan IHSG dalam sepekan terakhir lebih banyak dipengaruhi oleh corrective movement dalam fase bearish.
Ekbis
Bambang Susilo

Bambang Susilo

Author

IBUKOTAKINI.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penguatan signifikan sebesar 5,83% sepanjang pekan perdagangan 3-7 Maret 2025. Kenaikan ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk stimulus ekonomi dari China serta upgrade rekomendasi tiga bank besar dan saham teknologi oleh JP Morgan. 

Meski demikian, analis mengingatkan bahwa penguatan IHSG ini masih bersifat teknikal rebound yang bersifat sementara dalam tren bearish.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, menjelaskan, bahwa pergerakan IHSG dalam sepekan terakhir lebih banyak dipengaruhi oleh corrective movement dalam fase bearish. 

Selain itu, candle terakhir menunjukkan pola doji, yang mencerminkan keraguan investor untuk melanjutkan aksi beli. IHSG juga tengah menguji Exponential Moving Average (EMA) 20 sebagai resistance dinamis.

“Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi pergerakan IHSG dalam sepekan terakhir,” katanya dalam keterangannya pada Senin, 10 Maret 2025.

Tiga faktor itu di antaranya, kebijakan proteksionis Donald Trump ketidakpastian kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Donald Trump menjadi faktor utama yang membayangi pasar global.  

BACA JUGA:

BRI Siapkan Rp32,8 Triliun untuk Lebaran, Pastikan Kebutuhan Uang Tunai Masyarakat Terpenuhi Hingga Pelosok - ibukotakini.com

“Maju mundurnya kebijakan Donald Trump semakin meningkatkan ketidakpastian ekonomi dan kebijakan moneter The Fed. Hal ini direspons negatif oleh pasar dengan Dow Jones Industrial Average (DJI) turun 2,37%, S&P 500 melemah 3,10%, Nasdaq Composite anjlok 3,45%, dan indeks volatilitas (VIX) melonjak 19,05%,” ungkap Imam.

Selanjutnya, stimulus batu bara China. Pemerintah China kembali menggelontorkan stimulus besar guna menjaga pertumbuhan ekonominya yang ditargetkan mencapai 5% pada 2025. Stimulus ini mencakup peningkatan defisit anggaran menjadi 4% dari PDB serta penerbitan obligasi khusus pemerintah daerah senilai 4,4 triliun yuan. Selain itu, China juga akan mengalokasikan 500 miliar yuan untuk rekapitalisasi bank dan menerbitkan obligasi ultra long-term treasury bonds senilai 1,3 triliun yuan.

“Stimulus China memberikan dampak positif terhadap komoditas batu bara, yang naik 4,60% dalam sepekan terakhir. Faktor lain yang turut mendukung kenaikan harga batu bara adalah rencana beberapa produsen di Australia untuk menghentikan operasi akibat kelebihan pasokan global,” ujar Imam.

Upgrade Rekomendasi 3 Big Banks dan GOTO oleh JP Morgan JP Morgan meningkatkan rekomendasi saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dari netral menjadi overweight. Sementara itu, rekomendasi saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dinaikkan dari underweight menjadi netral. Saham teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga mendapat rekomendasi overweight.

BACA JUGA:

Bappebti Perkuat SRG dan PLK, Transaksi Melonjak - ibukotakini.com

“Saham-saham tersebut memiliki bobot yang cukup besar dalam IHSG sehingga kenaikan harga mereka turut mendorong penguatan IHSG lebih dari 5% dalam sepekan terakhir,” tambah Imam.

Imam mengimbau investor untuk memantau berbagai sentimen global dan domestik yang dapat mempengaruhi pasar pada pekan 10-14 Maret 2025. 

Beberapa sentimen yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Kebijakan Tarif Donald Trump: Jika kebijakan semakin tidak jelas, ketidakpastian pasar akan meningkat.
  • Rilis Data Inflasi AS (12 Maret 2025): Inflasi AS diperkirakan turun ke 2,9% year-on-year (YoY), lebih rendah dari Januari 3%.
  • Harga CPO: Harga crude palm oil (CPO) menguat lebih dari 3% akibat serangan hama dan banjir di Malaysia. Pada 11 Maret 2025, data stok CPO dari Malaysian Palm Oil Board (MPOB) akan dirilis.
  • Kebijakan Mandatori Biodiesel B50: Pemerintah Indonesia berencana meningkatkan mandatori biodiesel dari 40% menjadi 50% pada 2026. Hal ini berpotensi meningkatkan permintaan domestik terhadap minyak sawit dan mempengaruhi harga CPO global.Dengan berbagai sentimen global dan domestik yang berkembang, para investor diimbau untuk tetap waspada dan mencermati pergerakan pasar guna memaksimalkan peluang keuntungan di pekan perdagangan mendatang. ***