logo
Jamsos Pekerja dan Buruh Tolak KRIS, Dinilai Turunkan Kualitas Pelayanan (Ilustrasi)
Tren

Jamsos Pekerja dan Buruh Tolak KRIS, Dinilai Turunkan Kualitas Pelayanan

  • Langkah penghapusan sistem kelas 1, 2, dan 3 di layanan rawat inap JKN tidak hanya mempersempit akses layanan, tapi juga mengabaikan suara kelompok pekerja yang selama ini menjadi peserta aktif JKN.
Tren
Bunga Citra

Bunga Citra

Author

IBUKOTAKINI.COM - Forum Jaminan Sosial (Jamsos) Pekerja dan Buruh menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pemerintah menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai 1 Juli 2025. 
Mereka menilai kebijakan satu ruang perawatan itu bisa menurunkan kualitas layanan kesehatan dan merugikan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), khususnya dari kalangan pekerja dan buruh. 

Dalam siaran pers yang diterima ibukotakini.com pada Kamis (22/5), Forum Jamsos Pekerja dan Buruh yang merupakan aliansi lintas serikat pekerja tingkat nasional menilai langkah penghapusan sistem kelas 1, 2, dan 3 di layanan rawat inap JKN tidak hanya mempersempit akses layanan, tapi juga mengabaikan suara kelompok pekerja yang selama ini menjadi peserta aktif JKN. 

“Tidak pernah ada keluhan dari pekerja terkait kelas rawat inap yang ada saat ini. Justru bila nanti ruang rawat inap diturunkan jadi empat tempat tidur dalam satu ruang, itu akan menurunkan kualitas pelayanan bagi pekerja dan keluarganya,” tegas Koordinator Forum Jamsos Pekerja dan Buruh, Jusuf Rizal. 

BACA JUGA:

https://ibukotakini.com/read/dprd-harap-bpjs-kesehatan-maksimal-sosialisasikan-hak-pesertanya

Ia menambahkan, buruh sudah membayar iuran cukup besar untuk program JKN, sehingga berhak mendapatkan layanan yang layak, bukan malah diseragamkan ke satu standar layanan tanpa pertimbangan kondisi riil rumah sakit dan kebutuhan pasien. 

Lebih lanjut, Forum Jamsos menyoroti potensi lonjakan biaya out of pocket atau pengeluaran pribadi yang harus ditanggung peserta JKN jika ingin mendapatkan layanan lebih baik di luar KRIS. 

Mereka juga mengkhawatirkan dampak kebijakan ini terhadap ketahanan keuangan BPJS Kesehatan, terutama jika sistem iuran tunggal diberlakukan tanpa mempertimbangkan prinsip gotong royong sesuai amanat UU SJSN. 

“Forum Jamsos Pekerja dan Buruh serta konfederasi serikat pekerja meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengkaji ulang kebijakan ini agar tidak semakin menyulitkan pekerja,” tegas Jusuf Rizal. 

BACA JUGA:

https://ibukotakini.com/read/layanan-tetap-berjalan-selama-libur-lebaran-2025-bpjs-kesehatan-ingatkan-status-kepesertaan

Penolakan ini mendapat dukungan dari pengamat perlindungan konsumen dan kebijakan publik, Tulus Abadi. Pendiri Forum Konsumen Indonesia (FKI) itu menilai KRIS satu kelas justru akan menambah beban peserta JKN kelas 3. 

“Peserta kelas 3 dipaksa naik ke kelas 2 dengan iuran lebih tinggi. Ini sangat memberatkan, apalagi bagi peserta mandiri dari kelompok ekonomi bawah,” ujar Tulus. 

Menanggapi kritik tersebut, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Nunung Nuryartono mengatakan pihaknya menghargai masukan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk pekerja. Ia menegaskan bahwa regulasi terkait KRIS masih dalam tahap pembahasan. 

“Kami tidak ingin kebijakan ini menimbulkan kegaduhan. Manfaat layanan JKN harus tetap dipertahankan, sambil memperhatikan ketahanan finansial Dana Jaminan Sosial (DJS),” jelas Nunung. 

Kekhawatiran juga datang dari Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar. Ia menilai fasilitas rumah sakit saat ini belum siap menerima sistem rawat inap satu kelas. 

“Kalau kelas diseragamkan, lalu tempat tidur terbatas, pasien JKN bisa tidak dapat ruang dan malah ditawarkan jadi pasien umum non-JKN. Saat ini kalau kelas 3 penuh, pasien masih bisa dialihkan ke kelas 2 atau 1. Kalau nanti cuma ada satu kelas, lalu bagaimana?” kata Timbul. ***