Jelang HUT Ke 79 Kemerdekaan RI, Berikut Rekomendasi IPOT untuk Trading Minggu Ini
- Kenaikan suku bunga ini memberikan efek domino bagi ekonomi Jepang. Kita dapat melihat bagaimana dampaknya pada Nikkei 225 dan TOPIX yang mengalami koreksi >12%.
Ekbis
JAKARTA - Pada perdagangan selama satu pekan terakhir (5-9 Agustus 2024), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi tipis sebesar -0,76% (-51 poin) dan membukukan net buy asing sebesar Rp602.1 miliar. Pelemahan ini tertopang 2 top losers yakni IDX BASIC yang terkoreksi sebesar -3,11% dan IDX ENERGY -2,19%. IHSG hanya terkoreksi tipis berkat 2 top gainers yakni IDX PROPERTY yang tumbuh sebesar +1,44% dan IDX HEALTH +0,72%.
Sebelumnya, pada awal pekan IHSG mengalami koreksi yang cukup dalam, yaitu sebesar -3,40%. Equity Analis Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi menuturkan dalam time horizone jangka menengah atau dari Maret hingga saat ini, IHSG berpotensi membentuk pola bullish pattern yaitu inverted head & shoulders setelah sebelumnya terjadi rejection pada area support di 6998 – 7024 dan akan kembali menguji resistance-nya di area 7348 – 7380.
"Pada time horizon yang lebih minor, saat ini IHSG kembali diperdagangkan di atas EMA5. Jika IHSG dapat bertahan di atas EMA5, IHSG berpotensi akan menguji resistance terdekat di level 7.300 dengan support-nya di 7.200," jelasnya.
Imam menambahkan ada sejumlah faktor yang memengaruhi perdagangan selama 1 pekan terakhir.
Pertama, Hawkish-nya Bank of Japan. Bank of Japan secara mengejutkan menaikkan suku bunganya sebesar 15 bps dari sebelumnya berapa di level 0,1% naik ke 0,25% pada akhir Juli 2024 kemarin. Sebelumnya, pada bulan Maret, Bank of Japan sebenarnya sudah menaikkan suku bunganya dari yang sebelumnya ada di level -0,1% menjadi 0,1%.
"Kenaikan suku bunga ini memberikan efek domino bagi ekonomi Jepang. Kita dapat melihat bagaimana dampaknya pada Nikkei 225 dan TOPIX yang mengalami koreksi >12%."
Efek domino yang pertama adanya penguatan pada JPY yang membuat ekonomi Jepang dapat tertekan, seperti jasa pariwisata, dimana biaya bepergian ke Jepang tentu akan terasa lebih mahal. Hal ini berpotensi menurunkan sektor pariwisata Jepang. Selanjutnya sebagai negara pengekspor kendaraan dan elektronik, dengan adanya penguatan pada JPY, tentu juga bisa menjadi sentimen yang negatif pada sektor industri di Jepang.
Efek domino kedua, Jepang dengan mata uang JPY-nya, merupakan mata uang terfavorit bagi para carry trader. Carry trader meminjam uang di Jepang dengan suku bunganya yang sangat rendah, kemudian menginvestasikannya ke negara yang memiliki suku bunga tinggi. Dari sini para carry trader bisa mendapatkan keuntungan dari selisih suku bunga di Jepang dengan suku bunga di negara tempat para carry trader berinvestasi.
"Hal ini berlaku dengan asumsi JPY bergerak stabil. Namun jika JPY menguat, tentu bisa berbeda cerita. Penguatan JPY akan menjadi boomerang bagi para carry trader. Mereka akan menjual asetnya karena adanya kekhawatiran JPY menguat lagi dan khawatir tidak dapat membayar kewajibannya."
Tindakan para carry trader mengakibatkan adanya efek domino ketiga, yaitu terkoreksinya bursa Wall Street. Wall Street kembali dihantui rasa khawatir dengan adanya carry trade ini dan menjual sahamnya. Ada kemungkinan pelaku pasar khawatir para carry trader menempatkan uangnya dalam bentuk ekuitas atau saham untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi.
Kedua, ekspansifnya ekonomi China. Ekonomi China sebagai negara mitra dagang terbesar di Indonesia mulai bergairah. Data neraca dagang China khususnya dari sisi impor tumbuh mencapai 7% (yoy). Angka ini lebih baik dari periode sebelumnya di -2,3% dan lebih tinggi dari konsensus 3,5%. Inflasi China yang berada di level 0.5% (yoy), angka tersebut lebih tinggi dari periode sebelumnya di level 0.2% (yoy) dan lebih tinggi dari konsensus di level 0.3% (yoy).
Walaupun masih jauh dari target di 2-3% (yoy), namun data ini dapat menunjukkan bahwa daya beli masyarakat mulai membaik.
Ketiga, data tenaga kerja AS yang membaik. Initial Jobless Claims Amerika Serikat dilaporkan turun ke level 233.000 atau lebih rendah dari konsensusnya yang berada pada level 240.000. Sehingga kekhawatiran para pelaku pasar yang berspekulasi terjadi resesi cukup mereda. Hal ini juga didukung rilis nya data ISM Services PMI yang kembali ke level ekspansifnya di 51.4 poin, setelah sebelumnya sempat terkontraksi ke level 48.8 poin.
Keempat, ekonomi Indonesia yang resilience. Ekonomi Indonesia atau GDP Indonesia tumbuh stabil di angka 5,05% (yoy). Angka ini lebih baik dari konsensus yang berada di angka 5%. 2 Sektor penyumbang pertumbuhan tertinggi adalah sektor akomodasi dan makanan-minuman yang didorong oleh adanya event berskala nasional dan internasional, seperti event pertemuan (MICE), musik, dan olahraga. Sektor otomotif juga kembali bergairah. Gaikindo dan AISI baru saja merilis data penjualan otomotif.
Untuk data penjualan mobil, walaupun mengalami penurunan sebesar -7,9%(yoy), namun angka ini masih lebih baik dari periode sebelumnya yang turun -11,8%(yoy), dan secara bulanan tumbuh 1,7%(MoM). Sementara itu, penjualan sepeda motor naik signifikan sebesar 26%(yoy), jauh lebih baik dari periode sebelumnya di 3,5%(yoy).
"Pertumbuhan ekonomi yang solid ini juga tercermin dalam data consumer confidence di bulan Juli yang naik ke 123,4 poin, lebih baik dari bulan Juni si 123,3 poin. Dari sisi retail sales juga tumbuh 2,7% (yoy), lebih baik dari periode sebelumnya di 2,1% (yoy). Cadangan devisa pada bulan Juli juga naik menjadi 145,4 miliar US Dollar disebabkan adanya penerbitan sukuk global. Angka cadangan devisa ini cukup untuk menutupi kebutuhan impor selama 6,5 bulan, dan berada di atas benchmark atau tolok ukur internasional sebesar 3 bulan," jelas Imam.
Sentimen Minggu Ini dan Rekomendasi Saham
Berbicara tentang potensi market sepekan jelang HUT Ke-79 Kemerdekaan RI pada 12-16 Agustus 2024, Imam mengimbau para trader untuk memantau sejumlah data ekonomi. Data-data tersebut, yakni US PPI dan US CPI. US PPI mengukur perubahan harga yang diterima produsen, khususnya mengenai harga bahan baku.
"Jika harga bahan baku naik, bisa jadi perusahaan akan menaikkan harga produknya dan menyebabkan inflasi pada sisi konsumen naik. Data ini perlu diperhatikan karena data ini juga akan menjadi pertimbangan The Fed untuk menentukan kebijakan moneternya."
Selain dari sisi produsen, AS juga akan merilis data inflasi untuk bulan Juli dari sisi konsumen atau CPI. Data US CPI dirilis pada Rabu (WIB) pekan ini.
"Dari sisi konsensus kita dapat melihat bahwa CPI diproyeksikan melambat ke 2,9% (yoy) dan untuk Core CPI juga diproyeksikan akan melambat ke 3,2% (yoy). Jika inflasi AS sesuai dengan konsensus, atau lebih kecil dari periode sebelumnya, hal ini dapat menjadi sentimen positif untuk pasar, dan semakin meningkatkan probabilitas untuk The Fed menurunkan suku bunganya sebesar 50 bps di bulan September 2024 nanti."
Selain data dari AS, imbuh Imam, data dari China dan Indonesia perlu diperhatikan, seperti data tingkat pengangguran yang diproyeksikan oleh konsensus turun ke 5% dari sebelumnya di 5,1%. Jika tingkat pengangguran lebih kecil dari periode sebelumnya atau lebih kecil dari konsensus maka dapat menjadi sentimen positif untuk pasar khususnya IHSG.
Berkaca pada data-data ekonomi yang solid di atas, PT Indo Premier Sekuritas yang baru saja meluncurkan "Power Fund Series" sebagai inovasi produk baru di platform IPOT Fund untuk menyetarakan akses pasar modal bagi investor kecil dan investor besar, merekomendasikan 3 saham dan 1 Power Fund Series untuk trading pada minggu ini hingga Jumat, 16 Agustus 2024.
1. Buy ITMG (Support 26.250, Resist 27.450). Harga batu bara Newcastle telah naik ke level 145 US Dollar per ton-nya, dan merupakan level tertinggi baru selama 3 bulan terakhir. Kenaikan harga batu bara ini juga tidak terlepas dari membaiknya ekonomi di China dan tentu hal ini akan menjadi angin segar juga bagi emiten batu bata salah satunya adalah ITMG yang salah satu porsi penjualan batu baranya paling besar ke China.
2. Buy on Pullback ASII (Support 4.590, Resist 4.880). Solidnya ekonomi Indonesia yang masih bisa tumbuh di atas 5% atau di atas konsensus 5% didukung juga oleh data-data lainnya membuat investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp1,2 triliun pasca sell off hari senin kemarin. Salah satu data yang menarik adalah penjualan mobil yang mulai membaik dan sepeda motor yang signifikan serta ekonomi China yang membaik, akan menjadi sentimen positif untuk kinerja ASII yang diharapkan juga terefleksi pada pergerakan harganya. Pasca sell off hari senin kemarin, ASII sendiri mencatatkan net buy sebesar Rp211 miliar atau terbesar kedua setelah BMRI.
3. Buy on breakout BBNI (Support 5.00, Resist 5.500). Pada hari Jum’at kemarin, saham BBNI mencatatkan net buy asing sebesar Rp36,9 miliar. Hal ini juga tidak terlepas dari data ekonomi Indonesia yang cukup solid. membaiknya kondisi ekonomi khususnya Indonesia akan menjadi sentimen positif juga untuk sektor perbankan. Hal ini akan berpengaruh pada kualitas aset dan CKPN ke depan yang dapat berimbas pada dan bottom line perusahaan.
4. Buy Power Fund Series XISI. Solidnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ditambah dengan potensi penurunan suku bunga menjelang akhir tahun ini akan menjadi sentimen positif bagi emiten padat modal khususnya emiten yang ada di sektor infrastruktur. Mencari emiten yang bergerak di sektor infrastruktur bukanlah perkara mudah.
"Maka dari itu, untuk mempermudah dalam melakukan stock picking, kami merekomendasikan reksa dana PFS yang dapat ditradingkan. Reksa dana PFS XISI adalah reksa dana yang pergerakannya mengacu pada Indeks SMInfra18, yaitu indeks yang terdiri dari 18 saham pilihan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang konstituennya dipilih dari sektor-sektor infrastruktur. ***