Kanker Paru Masih Jadi Ancaman Serius
Balikpapan

Kanker Paru Masih Jadi Ancaman Serius

  • Deteksi Dini Jadi Kunci Penanganan
Balikpapan
Ferry Cahyanti

Ferry Cahyanti

Author

IBUKOTAKINI.COM - Kanker paru masih menjadi salah satu penyakit mematikan yang menjadi tantangan serius bagi dunia kesehatan. Di Indonesia, kanker paru termasuk dalam empat besar jenis kanker dengan kasus terbanyak, bersama kanker payudara, kanker serviks, dan kanker kolorektal.

Menurut Dr. Maurits Marpaung, Sp.P(K) Onk, FISR, kanker paru merupakan keganasan di rongga toraks yang paling banyak ditemukan, terutama pada laki-laki. “Kecenderungan peningkatan kasus ini sangat erat kaitannya dengan gaya hidup dan paparan lingkungan,” katanya dalam paparan bertajuk “Kanker Paru dan Permasalahannya” dalam Kuliah Umum Pencegahan Kanker yang diselenggarakan Yayasan Kanker Indonesia Cabang Balikpapan di Ballroom Chengho, pada Rabu 29 Oktober 2025.

Faktor risiko terbesar kanker paru masih didominasi oleh kebiasaan merokok, baik aktif maupun pasif. Selain itu, paparan polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan, serta zat karsinogenik industri seperti asbes dan radon juga berperan besar dalam memicu munculnya sel kanker di paru-paru.

“Penelitian menunjukkan bahwa rokok mengandung lebih dari 60 zat karsinogenik. Bahkan, risiko kanker paru pada perempuan yang terpapar asap rokok lebih tinggi dibanding yang tidak merokok,” jelas Maurits.

Selain faktor lingkungan, riwayat keluarga dengan penyakit kanker juga meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan kanker paru.

BACA JUGA:

YKI Balikpapan Ajak Generasi Muda Lawan Kanker Sejak Dini - ibukotakini.com

Gejala Kerap Terlambat Dikenali

Masalah utama dalam penanganan kanker paru adalah rendahnya deteksi dini. Lebih dari 80 persen kasus baru ditemukan pada stadium lanjut (stadium III dan IV), ketika sel kanker sudah menyebar ke organ lain seperti otak, hati, atau tulang belakang.

Gejala yang perlu diwaspadai antara lain batuk kronis, batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada, suara serak, serta penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.

“Pada stadium lanjut, gejala bisa meluas, seperti nyeri punggung menetap atau sakit kepala akibat metastasis ke otak,” tutur Maurits.

Dr. Maurits Marpaung, Sp.P(K) Onk, FISR menjelaskan bahaya kanker paru

Diagnosis dan Jenis Kanker Paru

Pemeriksaan radiologis menjadi langkah penting dalam menegakkan diagnosis, mulai dari foto toraks, CT scan, hingga PET-scan. Untuk memastikan jenis sel kanker, dilakukan prosedur seperti bronkoskopi, biopsi aspirasi jarum, atau pemeriksaan sitologi sputum.

Kanker paru terbagi menjadi dua jenis besar, yaitu karsinoma paru bukan sel kecil (Non-Small Cell Lung Cancer/NSCLC) yang mencakup sekitar 80–90 persen kasus, dan karsinoma paru sel kecil (Small Cell Lung Cancer/SCLC) sekitar 10–20 persen.

Stadium penyakit sangat menentukan pilihan terapi. Pada stadium awal (IA–IIB), tindakan pembedahan masih menjadi opsi utama, sedangkan stadium lanjut memerlukan kombinasi kemoterapi, radioterapi, terapi target, atau imunoterapi.

Dalam dua dekade terakhir, pengobatan kanker paru mengalami kemajuan signifikan. Terapi berbasis molekuler dan imunoterapi menjadi terobosan baru yang mampu memperpanjang harapan hidup pasien.

“Dengan kemajuan pemeriksaan genetik dan imunohistokimia, kini terapi bisa lebih personal, disesuaikan dengan profil mutasi pasien,” jelas Maurits.

Namun, ia menegaskan bahwa terapi modern tetap membutuhkan deteksi dini agar hasilnya optimal.

Pencegahan Masih Jadi Senjata Terbaik

Hingga kini, berhenti merokok tetap menjadi langkah paling efektif untuk menurunkan risiko kanker paru. Selain itu, pengendalian polusi udara dan perlindungan pekerja industri dari paparan zat berbahaya juga menjadi bagian penting dari upaya pencegahan.

“Berhenti merokok tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga orang di sekitar dari bahaya paparan asap rokok,” kata Maurits.

Ia menutup dengan pesan penting: “Kunci dari semua penanganan kanker paru ada pada kesadaran masyarakat untuk deteksi dini dan gaya hidup sehat tanpa rokok. Dengan langkah sederhana ini, kita bisa menyelamatkan lebih banyak nyawa.” ***