Sejak Indonesia Merdeka Sudah 12 Kali Ganti Kurikulum
Kabar Ibu Kota

Kebutuhan Pendidikan, Sejak Merdeka Indonesia 12 Kali Ganti Kurikulum

  • Sejak merdeka pada tahun 1945, Indonesia telah melalui 12 kali perubahan kurikulum. Perubahan ini sering kali didorong oleh kebutuhan pendidikan, serta perubahan sosial, politik, dan kebijakan pemerintah yang sedang berlaku.
Kabar Ibu Kota
Redaksi

Redaksi

Author

JAKARTA - Pendidikan adalah salah satu sektor yang mencerminkan dinamika sosial, politik, dan budaya sebuah negara.

Di Indonesia, kurikulum yang digunakan dalam sistem pendidikan telah mengalami banyak perubahan sepanjang sejarahnya. Kurikulum yang merupakan komponen inti dalam pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai panduan, tetapi juga sangat menentukan arah dan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan.

Dikutip dari buku berjudul Metode Penelitian Pendidikan, karya Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan bahwa kurikulum merupakan inti dari proses pendidikan, kurikulum merupakan bidang yang paling langsung berpengaruh terhadap hasil pendidikan.

Perubahan Kurikulum di Indonesia
Sejak merdeka pada tahun 1945, Indonesia telah melalui 12 kali perubahan kurikulum. Perubahan ini sering kali didorong oleh kebutuhan pendidikan, serta perubahan sosial, politik, dan kebijakan pemerintah yang sedang berlaku.

Sejarah menunjukkan bahwa perubahan kurikulum di Indonesia sering menggambarkan pergolakan dan perkembangan politik yang terjadi di tanah air. Misalnya, kurikulum 1964 diperkenalkan untuk menggantikan kurikulum yang memuat nilai-nilai politik Manipol-Usdek (Manifesto Politik dan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).

BACA JUGA:

Sebaliknya, pada tahun 1975, Indonesia mengadopsi kurikulum yang memperkenalkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sebagai upaya untuk memperkuat pendidikan karakter pada masa Orde Baru (Soedijarto, 2011).

Tak hanya dipengaruhi oleh faktor internal, kurikulum di Indonesia juga terpengaruh oleh sejarah kolonialisme Belanda. Sistem pendidikan yang diperkenalkan oleh Belanda bersifat diskriminatif, di mana pendidikan formal hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan atau orang-orang keturunan Belanda.

Sistem ini sangat berbeda dengan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam yang telah berkembang di Indonesia sebelum kedatangan kolonial. Setelah kemerdekaan, Indonesia perlahan mulai mengubah kurikulum agar lebih inklusif dan mencerminkan identitas nasional.

Tiga Era  Perubahan Kurikulum
Secara garis besar, perubahan kurikulum di Indonesia dapat dibagi dalam tiga periode besar, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Masing-masing periode membawa perubahan dan pendekatan yang berbeda terhadap kurikulum pendidikan nasional.

Era Orde Lama (1945-1966)
Pada masa Orde Lama, Indonesia mengalami tiga kali perubahan kurikulum. Salah satu kurikulum terlama yang pernah digunakan adalah kurikulum tahun 1947, yang bertahan selama 17 tahun. Kurikulum ini berfokus pada pendidikan yang bersifat nasionalis untuk menciptakan rasa kebanggaan terhadap kemerdekaan dan membangun karakter bangsa yang merdeka.

Era Orde Baru (1966-1998)  
Masa Orde Baru ditandai dengan enam kali perubahan kurikulum. Kurikulum 1975 dan 1984 memperkenalkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila dalam diri siswa.

Kurikulum 1984 dikenal sebagai kurikulum terlama dalam era ini, bertahan selama sepuluh tahun. Pemerintah saat itu menekankan pentingnya stabilitas politik dan pembangunan ekonomi, yang tercermin dalam orientasi kurikulum yang lebih terstruktur dan bersifat instruksional.

Era Reformasi (1998-Sekarang)
Periode Reformasi memperkenalkan tiga kurikulum utama, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, dan Kurikulum 2013.

Perubahan kurikulum di era ini ditujukan untuk lebih fokus pada kompetensi siswa, di mana pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa diutamakan. KBK 2004 dan KTSP 2006 masing-masing bertahan hingga tujuh tahun sebelum akhirnya digantikan oleh Kurikulum 2013.

Pendekatan Kurikulum Modern 
Di era modern ini, Indonesia mulai mengadopsi pendekatan yang berbasis kompetensi dan saintifik. Kurikulum 2013 adalah salah satu contoh dari pendekatan ini, yang bertujuan untuk mengintegrasikan sains dan keterampilan praktis dalam pembelajaran.

Kurikulum ini mencoba menggabungkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan dengan pendekatan ilmiah atau scientific approach, di mana siswa diajak untuk mengamati, menanya, mencoba, dan mengasosiasi informasi yang mereka dapatkan.

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, kurikulum di Indonesia terus mengalami penyesuaian. Saat ini, Indonesia sedang dalam proses transisi dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim pada tahun 2022. Kurikulum Merdeka diharapkan akan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024.

Tantangan dan Harapan Implementasi Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka hadir dengan fokus pada pengembangan kemampuan dan minat siswa secara individual. Kurikulum ini dirancang agar lebih fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan kondisi di lapangan. Melalui Kurikulum Merdeka, guru memiliki keleluasaan lebih untuk mengatur metode pembelajaran sesuai dengan situasi dan kebutuhan siswa.

Namun, peralihan ini juga menimbulkan tantangan. Pergantian kurikulum yang kerap kali terjadi dalam waktu singkat dapat menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat, terutama bagi para pendidik yang menjadi pelaksana langsung di lapangan.

Beberapa pendidik merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan yang terus-menerus, sementara orang tua dan siswa sering kali harus beradaptasi kembali dengan metode pengajaran yang baru.

Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru, menyatakan bahwa ia akan mengkaji Kurikulum Merdeka ini dengan mendalam, mengingat kekhawatiran masyarakat terhadap perubahan yang terlampau sering.

Mu’ti berencana untuk mendengar aspirasi masyarakat dan melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas serta visi Presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan pendidikan yang stabil dan tanggap terhadap perkembangan zaman.

"Kami ingin kebijakan Dikdasmen sesuai dengan apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Yang lebih penting lagi juga bisa menjadi aktualisasi dan realisasi dari program Presiden Prabowo," ujar Mu'ti, dalam pernyataan resminya, di Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024. ***