Kemenkes Target Penurunan Zona Merah Malaria di IKN Tahun 2023
- IBUKOTAKINI.COM - Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara masih perlu bekerja keras menangani malaria. Kementerian Kesehatan menilai Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)
Kabar Ibu Kota
IBUKOTAKINI.COM - Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara masih perlu bekerja keras menangani malaria. Kementerian Kesehatan menilai Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pada saat ini kondisinya adalah endimisitasnya tinggi.
Tim kerja penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Republik Indonesia dr Hellen Dewi Prameswari mengatakan sudah menyusun proyeksi dari annual parasite incidence (API) dan untuk menangani kejadian itu.
Karena itu, diharapkan tahun 2023 secara proyeksi dari zona merah bergeser ke kuning.
“Untuk merealisasikan dari zona merah ke kuning kasus malaria, tentunya diperlukan dukungan dan komitmen semua pemangku kepentingan, bukan hanya pemerintah, juga peran dan partisipasi perusahaan dalam melakukan pencegahan dan pengendalian Penyakit Malaria,” kata Hellen Dewi Prameswari dikutip dari Biro Adpim Setdaprov Kaltim.
Hellen menambahkan kasus-kasus malaria yang terjadi PPU adalah muara kasus, di mana sebenarnya kasus malarianya berasal dari kabupaten yang bersebelahan atau lintas batas dengan PPU.
- https://ibukotakini.com/read/gandeng-who-pemkab-ppu-tangkal-ancaman-malaria-di-ikn
- https://ibukotakini.com/read/ratusan-perusahaan-ikuti-lelang-pembangunan-kantor-presiden-di-ikn
- https://ibukotakini.com/read/astra-motor-kaltim-1-dan-polresta-balikpapan-kolab-cari-aman-support-police-1
“Kita harapkan kasus malaria di PPU bisa cepat turun, apalagi kabupaten ini merupakan wilayah Ibu Kota Nusantara. Upaya-upaya pencegahan dan pengendalian harus terus dilakukan ditingkat kabupaten hingga provinsi. Sebab kasus malaria bukan masalah provinsi saja, tetapi nasional yang harus diselesaikan secara bersama-sama,” tegasnya.
Hellen juga mengapresiasi Pemprov Kaltim yang telah membuat kesepakatan dan komitmen dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular (eliminasi) kasus malaria di Kaltim, dengan harapan kesepakatan bisa dijalankan.
Karena untuk mencapai apa yang ditargetkan, lanjutnya harus ada komitmen dari seluruh pemangku kepentingan.
“Adanya kesepakatan, artinya kan sudah ada komitmen bersama, kita tunggu saja dari komitmen di tingkat kepala daerah dalam menindaklanjutinya. Apalagi kalau ada peraturan gubernur dan lainnya dalam mendukung percepatan pengendalian kasus malaria di PPU bahkan Kaltim,” tandas Hellen Dewi Prameswari.
Penanganan malaria di wilayah IKN melibatkan campur tangan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Bulan lalu, WHO dan Kemenkes melakukan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah malaria.
Berdasarkan rilis Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, baru ada 4 provinsi yang telah berhasil eliminasi malaria.
''Dilihat dari capaian endemisitas per provinsi tahun 2021, ada 4 provinsi itu antara lain DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, dan Banten yang semua Kabupaten kotanya telah mencapai eliminasi malaria,'' kata Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr. Tiffany Tiara Pakasi, dikutip Selasa (5/7/2022).
Pada kawasan timur Indonesia, provinsi yang mengawali tercapainya eliminasi malaria adalah NTT dan Maluku Utara di Tahun 2020, dimana kabupaten/kota yang berhasil mendapatkan sertifikat eliminasi malaria oleh menteri kesehatan adalah Kota Kupang, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Timur mewakili Provinsi NTT, sementara Provinsi Maluku Utara dimulai dengan keberhasilan Kota Tidore Kepulauan.
Pada tahun berikutnya terus bertambah kabupaten/kota yang berhasil mencapai eliminasi malaria dan diikuti oleh provinsi lainnya di kawasan timur Indonesia.
Sementara Provinsi Papua dan Papua Barat masih terus berupaya menekan penularan malaria untuk mencapai eliminasi.
Tiffany juga mengungkapkan ada 3 provinsi yang kabupaten/kota nya belum sama sekali mencapai eliminasi malaria. Ia menyebutkan 3 provinsi itu antara lain Maluku, Papua, dan Papua Barat.
Bagi daerah yang belum mencapai eliminasi tetap diupayakan pencegahan dan pengendalian malaria. Sehingga bisa bertahap turun menjadi endemik sedang, endemik rendah, dan bisa menjadi eliminasi.
''Pencegahan dan pengendalian malaria tetap dilakukan diagnosis dan ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskop atau tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test),'' ucapnya.
Selain pencegahan dan pengendalian malaria, pengobatan pada pasien malaria harus terus dimaksimalkan. Pengobatan itu menggunakan terapi kombinasi berbasis artemisin (artemisinin based combination therapy/ACT) sesudah konfirmasi laboratorium.
Tak hanya itu, dilakukan juga pencegahan penularan malaria melalui manajemen vektor terpadu dan upaya lain yang terbukti efektif dan aman.
''Jadi selain membunuh nyamuknya, tapi juga dibenahi lingkungannya supaya tidak nyaman menjadi tempat perindukan nyamuk,'' ucap Tiffany.