Kenaikan Pencadangan Sebabkan Beberapa Bank Merugi
Ekbis

Kenaikan Pencadangan Sebabkan Beberapa Bank Merugi

  • Upaya peningkatan pencadangan merupakan langkah mitigasi dalam mengantisipasi risiko kredit apabila terdapat potensi peningkatan eksposur risiko kredit
Ekbis
Redaksi

Redaksi

Author

JAKARTA - Beberapa bank di Indonesia masih mencatatkan kerugian, salah satu penyebab utamanya adalah adanya kewajiban pencadangan. Dalam menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa peningkatan pencadangan oleh perbankan merupakan langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko kredit di masa mendatang.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan langkah ini penting untuk menjaga kestabilan sektor perbankan, terutama dalam menghadapi potensi peningkatan eksposur risiko kredit.

OJK menilai peningkatan pencadangan sebagai salah satu langkah strategis bank dalam mengantisipasi risiko kredit.

"Upaya peningkatan pencadangan merupakan langkah mitigasi dalam mengantisipasi risiko kredit apabila terdapat potensi peningkatan eksposur risiko kredit," ujar Dian melalui jawaban tertulis, dikutip Senin, 14 Oktober 2024.

Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa pencadangan ini dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan (SAK) dan berdasarkan aturan POJK Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang dibentuk oleh bank adalah penyisihan yang dilakukan atas penurunan nilai instrumen keuangan yang dimiliki.

BACA JUGA:

Hal ini penting untuk menjaga kesehatan portofolio kredit bank, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

“Peningkatan pencadangan bisa terjadi sesuai dengan penurunan nilai pada instrumen keuangan yang dimiliki bank,” jelas Dian.

Selain membahas pencadangan, Dian juga menyoroti rasio Non-Performing Loan (NPL) yang saat ini tetap terjaga.

"NPL Coverage perbankan pada posisi Agustus 2024 tercatat sebesar 191,75%, dengan NPL yang stabil di angka 2,26%," ujarnya.

Dian juga menyebutkan bahwa Loan at Risk (LAR) menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan.

"Rasio LAR perbankan turun menjadi 10,27% pada Juni 2024, dibandingkan 10,51% pada bulan sebelumnya. Ini mendekati level sebelum pandemi, yaitu 9,93% di Desember 2019," tambahnya.

Dengan kondisi NPL dan LAR yang terjaga, Dian menyatakan bahwa belum ada risiko kredit yang signifikan berdampak pada profitabilitas bank.

Pengawasan OJK Terhadap Bank yang Rugi 
Menanggapi bank-bank yang masih membukukan kerugian, OJK tetap menjalankan pengawasan yang ketat.

"Langkah pengawasan OJK senantiasa dilakukan melalui siklus risk based supervision, seperti pembinaan terhadap bank agar sesuai dengan Rencana Bisnis Bank, evaluasi pencadangan, dan kecukupan modal," jelas Dian.

Selain itu, OJK juga melakukan pengawasan secara langsung melalui metode sampling guna memastikan pemberian kredit sesuai dengan prinsip prudential banking. Dian menambahkan, pengawasan ini termasuk mengevaluasi laporan keuangan bank untuk memastikan kepatuhan terhadap SAK.

Laba Industri Perbankan Tumbuh 6,42% pada Agustus 2024 
Meskipun beberapa bank masih mencatatkan kerugian, secara keseluruhan, mayoritas industri perbankan Indonesia mencatatkan laba yang positif. Hingga Agustus 2024, laba industri perbankan tercatat sebesar Rp171,03 triliun, meningkat 6,42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Pertumbuhan ini, menurut Dian, didorong oleh kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga BI Rate dari 6,25% menjadi 6,00%.

"Penurunan BI Rate tersebut berdampak pada penurunan biaya dana (Cost of Fund), sehingga bisa menjadi pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkontribusi pada kinerja bank," tutup Dian. ***