logo
Kopdes Merah Putih Inisiatif di Bidang Ekonomi Kerakyatan
Ekbis

Kopdes Merah Putih Inisiatif di Bidang Ekonomi Kerakyatan

  • Hingga awal Mei, lebih dari 9.000 Kopdes telah terbentuk. Pemerintah pun menargetkan pembentukan pengurus koperasi lewat musyawarah desa khusus (musdesus) selesai sebelum akhir Mei.
Ekbis
Adhitya Noviardi

Adhitya Noviardi

Author

IBUKOTAKINI.COM – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah menggeber program besar bertajuk Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih, sebuah inisiatif mercusuar di bidang ekonomi kerakyatan. Tak tanggung-tanggung, dana ratusan triliun rupiah disiapkan untuk membentuk koperasi ini di 80.000 desa se-Nusantara.

Meski peresmian nasional Kopdes baru dijadwalkan pada peringatan Hari Koperasi 12 Juli 2025 mendatang, proses pembentukan koperasi ini sudah ngebut. Hingga awal Mei, lebih dari 9.000 Kopdes telah terbentuk. Pemerintah pun menargetkan pembentukan pengurus koperasi lewat musyawarah desa khusus (musdesus) selesai sebelum akhir Mei.

Artinya, pada Juni mendatang, jumlah Kopdes diyakini akan meningkat drastis.

Namun, gebrakan ini tak lepas dari sorotan. Sejumlah pakar koperasi menilai pendekatan top-down dalam pendirian Kopdes berisiko mengulang kegagalan masa lalu. Mereka mengingatkan soal pengalaman Koperasi Unit Desa (KUD) di era Orde Baru yang secara masif dibentuk oleh negara, namun tidak tumbuh dari kebutuhan masyarakat. Akibatnya, banyak KUD yang tak berkelanjutan dan gagal menjadi tulang punggung ekonomi desa.

Di tengah euforia pembangunan Kopdes, tak ada salahnya menengok kembali sejarah kelahiran koperasi. Bukan dari kebijakan elite, embrio koperasi justru lahir dari perlawanan rakyat kecil terhadap sistem ekonomi pasar yang eksploitatif.

Adalah Charles Howarth bersama 27 buruh lainnya yang pada 21 Desember 1844 mendirikan koperasi konsumen di Rochdale, Inggris. Gerakan ini lahir sebagai bentuk kekecewaan terhadap kapitalisme dan pasar bebas yang kala itu melahirkan kemiskinan dan ketimpangan sosial.

BACA JUGA:

Setia Pada Lilin, Bukan Printing: Dimas Batik Jadi Penjaga Terakhir Batik Tulis Tasikmalaya - ibukotakini.com

Koperasi Rochdale kemudian menjadi simbol kesetaraan menolak diskriminasi agama, ras, dan status sosial. Mereka mulai dengan mengelola toko kebutuhan sehari-hari, lalu berkembang hingga memiliki pabrik dan perumahan bagi anggotanya pada 1851. Pada 1862, koperasi-koperasi kecil di Inggris melebur dalam The Cooperative Wholesale Society (C.W.S) yang kemudian tumbuh menjadi kekuatan ekonomi rakyat.

Puncaknya, pada 1950, jumlah anggota koperasi di Inggris mencapai lebih dari 11 juta orang sekitar 20% dari total penduduk. Sebuah bukti bahwa koperasi yang lahir dari akar rumput dan dikelola secara partisipatif dapat tumbuh kuat dan berkelanjutan.

Antara Harapan dan Pelajaran Sejarah

Kini, melalui Kopdes Merah Putih, pemerintahan Prabowo hendak mengangkat kembali semangat koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa. Namun, tantangan besar menanti. 

Dana besar dan semangat pembangunan memang penting, tapi sejarah Rochdale menunjukkan satu hal: koperasi hanya akan bertahan jika berakar dari partisipasi, bukan sekadar proyek.

“Koperasi bukan hanya badan usaha. Ia adalah gerakan, perjuangan, dan simbol kemandirian rakyat,” begitu pesan yang tak lekang dari masa lalu. (Trenasia.com)