KPPU Putuskan Perkara Kemitraan Antara PT Aburahmi dan Koperasi Penukal Lestari
Kabar Ibu Kota

KPPU Putuskan Perkara Kemitraan Antara PT Aburahmi dan Koperasi Penukal Lestari

  • IBUKOTAKINI.COM – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bahwa PT Aburahmi terbukti melanggar pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20
Kabar Ibu Kota
Redaksi

Redaksi

Author

RIAU, IBUKOTAKINI.COM – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bahwa PT Aburahmi terbukti melanggar pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraannya dengan Koperasi Penukal Lestari. 

Atas pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan sanksi denda kepada PT Aburahmi sebesar Rp2.500.000.000, dan perintah untuk mengembalikan kekurangan lahan kepada Plasma serta melakukan addendum dalam perjanjian kemitraannya. 

Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan Perkara Nomor 02/KPPU-K/2020 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 terkait Pelaksanaan Kemitraan antara PT Aburahmi dan Koperasi Penukal Lestari, yang dilaksanakan hari ini berlokasi di Fakultas Hukum Universitas Riau. 

Bertindak sebagai Ketua Majelis Komisi dalam perkara tersebut, Yudi Hidayat, dengan didampingi oleh Anggota Majelis Komisi, M. Afif Hasbullah, dan Ukay Karyadi. 

Perkara kemitraan ini berawal dari pengaduan publik terhadap PT Aburahmi (Terlapor) berkaitan dengan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Kemitraan Pembangunan dan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit antara PT Aburahmi (selaku Inti) dan Koperasi Penukal Lestari (selaku Plasma) yang berlokasi di Desa Air Itam Timur, Kecamatan Penukal, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan. “Dalam perjanjian tersebut diduga terdapat unsur pelanggaran kemitraan oleh PT Aburahmi melalui pembuatan Addendum Perjanjian Kerja sama Kemitraan secara sepihak,” katanya pada Selasa,  11 Juli 2023. 

BACA JUGA:

Adendum sepihak tersebut mengakibatkan (i) Komposisi lahan berubah; (ii) seluruh biaya pembangunan dan pengelolaan perkebunan dibebankan kepada Petani Plasma; (iii) Hak Pengelolaan Perkebunan seluruhnya dialihkan kepada PT Aburahmi; dan (iv) bertambahnya syarat penjualan hasil panen secara sepihak. 

Pengaduan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penegakan hukum oleh KPPU. Melalui proses penegakan hukum, KPPU memberikan kesempatan perbaikan melalui 3 (tiga) Peringatan Tertulis kepada Terlapor. 

“Setelah dua kali peringatan, Terlapor masih belum melakukan tindakan perbaikan. Baru pada Peringatan Tertulis III, Terlapor mulai menunjukkan perbaikan, tetapi belum melaksanakan seluruh perintah perbaikan yang diajukan KPPU,” ujarnya.

Tindakan Terlapor ini membuat KPPU melanjutkan persoalan tersebut ke tahapan Pemeriksaan Lanjutan Kemitraan dalam suatu Sidang Majelis Komisi. 

Dalam Pemeriksaan oleh Majelis Komisi, diketahui bahwa Terlapor tidak memenuhi kewajiban untuk melakukan Addendum Perjanjian Kerja Sama Kemitraan yang tidak bertentangan dengan Perjanjian Kerja Sama Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit antara Masyarakat/Warga Desa Air Itam Timur dengan Direktur Utama PT. Aburahmi pada tanggal 12 Mei 2006, sebagaimana tercantum pada syarat dan ketentuan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dalam SK Kepala BPN RI No. 152/HGU/BPN RI/2009 tertanggal 13 November 2009. Dalam Perjanjian Kerja Sama tersebut terdapat ketentuan terkait komposisi lahan inti dan plasma, yaitu sebesar 50% - 50%. 

Namun pada fakta di lapangan menunjukkan lahan yang dimiliki Plasma hanya seluas 1.400 Ha, sementara lahan milik Inti mencapai 1.863,84 Ha dan telah bersertifikat HGU. Berdasarkan fakta dalam persidangan, Majelis Komisi menyatakan bahwa Terlapor secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 35 ayat (1) UU 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraannya dengan Koperasi Penukal Lestari. 

Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi mengenakan sanksi berupa denda sebesar Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), serta memerintahkan Terlapor untuk memberikan kekurangan lahan kepada Plasma sesuai dengan Perjanjian Tahun 2006, yaitu sebesar 231,905 Ha (dua ratus tiga puluh satu koma sembilan ratus lima hektar) yang diambil dari lahan yang dikuasai Terlapor selambat-lambatnya 180 (seratus delapan puluh) hari kerja sejak Putusan berkekuatan hukum tetap. 

Selain itu, Majelis Komisi juga memerintahkan Terlapor untuk melakukan Addendum Perjanjian Nomor 01/KAR-KPL/LEG-PERJ/VIII/16 tanggal 11 Agustus 2016 agar tidak bertentangan dengan perjanjian tahun 2006 sebagaimana surat peringatan tertulis III, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Putusan berkekuatan hukum tetap. (***)