
Menghadapi Inflasi–Deflasi: 5 Investasi Paling Stabil
- Memahami Risiko, Menjaga Nilai Kekayaan
Ekbis
IBUKOTAKINI.COM - Dinamika inflasi dan deflasi kembali menjadi perhatian pelaku ekonomi di tengah volatilitas harga dan tekanan global. Dua fenomena ini bukan sekadar angka statistik, tetapi indikator penting yang menentukan arah daya beli masyarakat, stabilitas usaha, hingga strategi keuangan rumah tangga.
Inflasi mencerminkan kenaikan harga barang dan jasa, sedangkan deflasi menggambarkan penurunan harga secara umum. Bank Indonesia (BI) menjelaskan, inflasi sering terjadi akibat dorongan permintaan (demand-pull) atau tekanan biaya, termasuk kenaikan harga energi dan depresiasi nilai tukar. Sementara deflasi umumnya muncul saat konsumsi melemah atau pemerintah memberikan subsidi dan insentif yang menurunkan harga komoditas.
Keduanya dapat memengaruhi kestabilan ekonomi. Inflasi yang terlalu tinggi menggerus daya beli dan menekan sektor konsumsi, sedangkan deflasi ekstrem dapat memicu perlambatan ekonomi dan menekan pendapatan rumah tangga.
Apa yang Memicu Inflasi?
Melansir Scotiabank, setidaknya ada tiga penyebab utama inflasi:
1. Permintaan yang Melampaui Pasokan
Ketika kebutuhan masyarakat lebih tinggi dari kapasitas penyediaan barang dan jasa, harga akan bergerak naik. Konsumen rela membayar lebih, dan perusahaan harus menambah produksi secara cepat. Tekanan ini membuat biaya produksi meningkat dan harga terus merangkak naik.
2. Suku Bunga Rendah
Biaya pinjaman yang murah mendorong masyarakat dan korporasi lebih aktif mengambil kredit. Perputaran uang semakin cepat, permintaan naik, dan harga-harga mengikuti.
3. Kenaikan Biaya Produksi
Harga bahan baku yang meningkat memaksa perusahaan mengompensasi dengan menaikkan harga jual. Jika berlangsung terus-menerus, inflasi bisa menggerus nilai mata uang dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
BACA JUGA:
Investor Malaysia Kucurkan Rp1 Triliun untuk PLTS Berau - ibukotakini.com
Apa yang Menyebabkan Deflasi?
Deflasi biasanya muncul dalam kondisi tekanan permintaan. Adapun tiga pemicunya adalah:
1. Kelebihan Pasokan
Saat pasokan barang dan jasa melebihi permintaan, stok menumpuk di pasar. Perusahaan terpaksa menurunkan harga secara besar-besaran untuk menghabiskan persediaan, memicu deflasi pada level makro.
2. Kebijakan Suku Bunga Tinggi
Kenaikan suku bunga menekan konsumsi dan investasi. Kredit menjadi mahal, peredaran uang menyempit, dan harga-harga mengalami tekanan turun.
3. Penurunan Biaya Produksi
Kemajuan teknologi atau penurunan harga bahan baku dapat membuat biaya produksi merosot. Perusahaan menurunkan harga untuk menjaga daya saing, sehingga menciptakan fenomena deflasi yang lebih luas.
Namun deflasi ekstrem dapat menimbulkan spiral negatif. Konsumen menunda belanja karena menunggu harga turun lebih jauh. Perusahaan merasakan penurunan pendapatan, lalu melakukan efisiensi yang berujung pada PHK. Bank sentral biasanya merespons dengan penurunan suku bunga agresif untuk menggerakkan kembali ekonomi.
BACA JUGA:
Cegah Fraud, BPJS Kesehatan Perkuat Kolaborasi - ibukotakini.com
Instrumen Investasi yang Dinilai Lebih Aman
Dalam situasi inflasi atau deflasi, investor perlu memilih instrumen yang mampu menjaga nilai aset. Berikut lima instrumen yang dinilai relatif lebih stabil:
1. Emas (Logam Mulia)
Emas adalah aset safe haven klasik. Nilainya cenderung stabil di tengah inflasi tinggi atau gejolak ekonomi. Karena sifatnya sebagai pelindung nilai, emas dipilih untuk menjaga daya beli dalam jangka panjang.
2. Obligasi Pemerintah
Sebagai aset berisiko rendah, obligasi pemerintah menjadi jangkar stabilitas portofolio. Instrumen ini memberikan pendapatan tetap dan tetap menarik baik saat inflasi tak stabil maupun ketika deflasi menekan aktivitas ekonomi.
3. Properti (Aset Riil)
Nilai properti biasanya meningkat seiring inflasi. Tanah dan bangunan menjadi pilihan bagi investor yang membutuhkan proteksi terhadap pelemahan nilai mata uang, terutama di wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi.
4. Reksa Dana Pasar Uang
Instrumen ini menawarkan likuiditas tinggi dan risiko minimal. Reksa dana pasar uang menjadi “tempat parkir” saat pasar volatil, sekaligus menjaga fleksibilitas investor.
5. Diversifikasi Portofolio
Prinsip dasar mitigasi risiko adalah diversifikasi. Menggabungkan berbagai instrumen seperti emas, obligasi, properti, dan reksa dana membantu menjaga stabilitas nilai investasi ketika pasar bergejolak.
Memahami Risiko, Menjaga Nilai Kekayaan
Instrumen investasi yang dipilih akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi, arah kebijakan moneter, dan stabilitas harga komoditas strategis. Bagi investor, keputusan investasi tidak hanya soal mengejar keuntungan, tetapi juga mempertahankan nilai kekayaan ketika inflasi atau deflasi bergerak cepat.
Dalam lanskap ekonomi yang penuh ketidakpastian, pemahaman terhadap dinamika harga menjadi bekal penting untuk menyusun strategi keuangan yang lebih tahan terhadap goncangan. ***
