Pelatihan usaha kecil dilakukan oleh perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebagai salah satu bukti perhatian industri hulu migas kepada masyarakat. Foto: Arsip
Kabar Ibu Kota

Minyak Jelantah Pembawa Berkah

  • IBUKOTAKINI.COM - Apa yang dirasakan Nurlina, sama seperti kebanyakan para ibu rumah tangga. Waswas melihat minyak goreng bekas menumpuk. Tapi itu dulu. Sebelum
Kabar Ibu Kota
Redaksi

Redaksi

Author

IBUKOTAKINI.COM - Apa yang dirasakan Nurlina, sama seperti kebanyakan para ibu rumah tangga. Waswas melihat minyak goreng bekas menumpuk. Tapi itu dulu. Sebelum ia kenal Mariojela. 

Bagi ibu rumah tangga yang saban hari memasak, urusan memilih menu bukan satu-satunya rutinitas yang memusingkan. Limbah bekas masak, atau sampah dapur, adalah masalah lainnya. Terutama minyak jelantah atau minyak goreng bekas. 

“Mau masak sayur sop, tumis, bikin lauk tempe, ikan, telor, kan semua pakai minyak goreng. Jadi memang paling banyak pakai ya, itu (minyak goreng),” kata Nurlina, Sabtu (13/11/2021).

Ibu muda ini bisa menghabiskan rata-rata 2 liter minyak goreng dalam seminggu. Itupun, ia sudah melakukan daur ulang; menggunakan minyak goreng untuk dua kali pakai. 

Banyaknya minyak bekas bikin dilemma bagi Nurlena. Membuang di tempat cucian piring, bisa merusak saluran air. Juga mengundang tikus. Sementara membuang di tempat sampah dapur, mengundang semut. Ia juga tak tega membuang jelantah ke parit. Sebagai generasi yang sadar lingkungan, kebiasaan itu bakal menimbulkan dampak buruk. 

Masalah Nurlina terpecahkan tiga tahun lalu. Ia mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Jelantah For Change. Sebuah kegiatan yang diinisiasi Yayasan Terang Nusantara Hijau yang didukung Pertamina. 

Bersama sekitar 30 tetangganya, Nurlina mendapat ilmu pelatihan pengelolaan limbah rumah tangga. 

“Saya bersyukur mendapat pelatihan mengolah minyak jelantah menjadi barang-barang yang lebih bermanfaat. Apalagi bisa mendatangkan uang,” ungkap warga Pemukiman Atas Air RT 32 Kelurahan Margasari, Balikpapan.

Selama dua minggu, Nurlina dan para ibu rumah tangga lainnya mengikuti cara mengolah jelantah. Mulai mengumpulkan, memilih bahan, memasak, sampai mencetaknya menjadi lilin. 

Meski awalnya banyak peserta pelatihan, tapi tak mudah mengajak warga lainnya mengolah jelantah. 

“Karena memang nggak mudah mengajak masyarakat ikut serta. Selama dua tahun, selain hasil pelatihan tidak langsung menghasilkan uang, juga masih sedikit warga Margasari ikut mengelola jelantah,” imbuh Rostiani, ibu rumah tangga lainnya.

Rostiati, Nurlina dan Eka Widiastuti merupakan angkatan pertama yang sukses sebagai kader Mariojela. Akronim dari Margasari Olah Jelantah. 

Kelompok ini secara aktif mengajak warga mengolah minyak goreng bekas, membuatnya menjadi lilin dan memasarkan. Selama dua tahun lebih, mereka mengajak para tetangga mengumpulkan sisa minyak goreng. 

Awalnya, ajakan ini sulit diikuti tetangga. Masyarakat setempat sudah terbiasa membuang jelantah ke laut.  

Supaya program ini lancar, Mariojela menyebar para kader ke rumah-rumah warga. Mereka membagikan jeriken. Harapannya, warga menampung minyak bekas penggorengan ke wadah itu dan mengumpulkannya ke rumah RT. 

Namun hal ini tak berlangsung lama. Hingga akhirnya Rostiati dan kader Mariojela mengambil jelantah ke rumah-rumah warga. 

“Kami jemput bola. Ambil langsung dari rumah-rumah warga. Lalu hasil olahan kami bagikan kepada kader dan warga,” imbuh Rostiani. 

Perlahan namun pasti, Mariojela berhasil meyakinkan warga untuk berpartisipasi dalam program pengolahan limbah rumah tangga. Sampai akhirnya mereka mendapat kepercayaan mengkader warga dari kelurahan lain. 

Saat ini Mariojela telah menghasilkan kader yang membagikan pengetahuannya ke berbagai kelurahan di Balikpapan. 

 

Proses Pembuatan 

Untuk menyulap minyak jelantah menjadi lilin, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit. Untuk 5 gelas lilin dibutuhkan minyak jelantah sebanyak 100 gram, parafin 100 gram, bubuk stearin 100 gram, serta pewarna dari bahan krayon. 

Kemudian disiapkan gelas sebagai wadah,  serta kompor untuk memasak. Jelantah dimasukkan dalam wadah yang dimasak dalam kompor dengan api sedang. 

Setelah cukup panas, dimasukkan parafin sampai mencair. Lalu angkat dan tuangkan dalam wadah dicampur dengan stearin.  Kemudian masukkan sumbu sampai menjadi kaku. Setelah merata, diangkat dan dikering.

Biaya produksi untuk 5 gelas lilin berukuran kecil sekitar Rp 29 ribu. Teridir dari 100 gram stearin harganya Rp 4.000 dan paraffin 100 gram Rp 5000.  Gelas kecil dan krayon.

 

Tawarkan ke Kafe 

Tahun ini, Mariojela semakin merajalela. Produk lilin buatannya sudah mulai dikenal masyarakat. Ini karena kader Mariojela terus melakukan inovasi terhadap produk lilin buatannya.

Mariojela tak hanya membuat lilin warna putih, melainkan lilin dengan berbagai warna. 

“Selama ini sudah terjual sebanyak 295 gelas lilin. Dari hasil ini masuk ke TPST dan sebagian upah ke rekan-rekan yang mengerjakan orderan ini,” imbuh kader Mariojela, Eka Widiastuti.

Dengan peluang yang besar, Eka mengaku sedang menawarkan ke sejumlah kafe atau restoran. Saat ini harga jual lilin gelas ukuran kecil dihargai Rp 8 ribu. Sedangkan ukuran besar Rp 15 ribu. Produk lilin Mariojela memiliki kelebihan. Selain aman, tahan lama, tentu saja ramah lingkungan. 

Selain mendapat penghasilan, program pengelolaan jelantah terbukti mengatasi kebingungan warga membuang sampah bekas masak. Tapi yang paling utama, mengajak masyarakat menjaga lingkungan agar tetap lestari.

“Masyarakat kini lebih peduli dengan kesehatan mereka, juga lingkungan. Mengubah kebiasaan yang tadinya membuang jelantah ke laut kini sudah berkurang,” urainya. 

Mariojela kini menempati sebuah ruangan di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Masa Sejati.  Selain mengolah jelantah, mereka juga mengolah kompos, limbah air hingga menanam hidroponik.

 

Perubahan Perilaku 

Area Manager Communication Relation and CSR Kilang Pertamina Internasional Unit Balikpapan,  Ely Chandra Peranginangin mengatakan, upaya Mariojela mengolah jelantah membawa perubahan positif. 

“Saat ini warga semakin sadar lingkungan, jadi kebiasaan buang limbah bekas minyak  goreng sudah tidak lagi dilakukan. Mereka memahami lingkungan yang baik akan berdampak pula terhadap kesehatan,” katanya.

Setelah masyarakat terbiasa mengumpulkan jelantah, Pertamina sebagai promotor aksi ini berencana menggelar pelatihan manajerial dan pengemasan yang akan dilakukan secara berkelanjutan.

Mariojela kini menjadi bagian dari kelompok  masyarakat peduli yang mengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Masa Sejati, Margasari.

“Sejak September 2019 sampai dengan November 2021, mitra binaan yang tergabung dalam kelompok Mariojela tersebut telah berhasil mengumpulkan sekitar 1.500 liter minyak jelantah,” sebut Ely Chandra.

Di lokasi ini juga terdapat kegiatan pengelolaan limbah dengan membuat pupuk organik dan cair, serta membuat tanaman hidroponik. Semua program ini dilakukan untuk memberdayakan masyarakat sekitar Pemukiman Atas Air Margasari yang bertetangga dengan Kilang Minyak Balikpapan.

 

Penanganan Sampah Balikpapan

Berdasarkan data Studi Pendahuluan dan Kajian Awal Pra-Studi Kelayakan/Outline Busines Case (OBC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sektor domestik menjadi penyumbang mayoritas sampah di TPA Manggar, Balikpapan. 

Studi yang dikeluarkan awal 2021 menunjukkan jumlah timbulan sampah di Balikpapan sebanyak 555 ton per hari (TPD) dari populasi 0,67 juta jiwa atau rerata setiap orang menghasilkan 0,725 kilogram di tahun 2020. 

Efisiensi pengumpulan sampah 87% - 481 TPD sampah yang dikumpulkan. Secara lokal, 122 TPD sampah dikelola melalui fasilitas pengomposan, TPS-3R, MRF dan ITF. Terakhir, sekitar 359 TPD atau 65% sampah yang dihasilkan diangkut ke TPA Manggar. 

Saat ini, 13% sampah yang dihasilkan, atau 74 TPD selain dibakar, dibuang di sisi jalan atau saluran air dan belum masuk ke dalam rantai nilai pengelolaan sampah formal. Sektor domestik penyumbang mayoritas atau 72% dari sampah yang dihasilkan, sisanya adalah sampah non-domestik (Sistem Pengelolaan Sampah 3R Kota Balikpapan, 2017), yang mencakup sampah pasar tradisional (6,38%). Secara keseluruhan, 49% sampah organik sebanyak 43% dapat didaur ulang, 3% kain dan 6% kategori lainnya. Sampah organik dihasilkan terutama dari kawasan permukiman, pasar tradisional, hotel dan restoran.

Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan, Nursyamsiarni D. Larose mengatakan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan (DLHK) bertanggung jawab untuk pengelolaan sampah Kota Balikpapan. 

Pengelolaan sampah mencakup pengumpulan, pengolahan, pengangkutan dan pengolahan akhir. 

“Pengumpulan sampah dari rumah ke rumah dilaksanakan oleh kelompok masyarakat (RT/RW). DLHK mengumpulkan sampah dari institusi yang lebih besar seperti pasar tradisional, hotel, universitas, pusat perbelanjaan, dan lainnya,” kata Nursyamsiani dihubungi terpisah. Pengumpulan sampah sekunder dari TPS ke pos transfer (jika ada) lalu ke tempat sampah akhir (TPA Manggar) dikelola oleh DLHK. Sampah dari titik pengumpulan sampah sekunder ke TPA Manggar dilaksanakan oleh kendaraan pengangkut milik DLHK. Operasional dan pengelolaan TPA Manggar juga dilaksanakan bersama dengan Pemerintah Kota Balikpapan. Unit teknis pengolahan telah dilembagakan untuk operasi dan pemeliharaan TPA Manggar. 

TPA Manggar tersebut beroperasi sejak 2002 di bawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). TPA ini dirancang sebagai TPA sanitary landfill dengan sistem pengolahan lindi. Total kawasan TPA Manggar adalah 49,89 hektare dan telah ditetapkan menjadi 7 zona dengan luas total 17,83 hektare. Pemerintah telah menutup Zona 1 – 5 dengan menjadikannya lahan vegetasi dan sedang dimanfaatkan sebagai zona penyanggah. Zona 6 saat ini menerima sampah dan Zona 7 merupakan zona tunggu. 

Dengan rata-rata 350 - 400 TPD sampah masuk ke TPA, setara dengan 120.000 ton – 130.000 ton sampah per tahun. 

“Meski TPA Manggar berhasil mengolah sampah menjadi kompos 5 ton per hari, jika masyarakat tak melakukan pemilihan, kita akan menghadapi tantangan lingkungan dan pemenuhan lahan untuk menampung lebih banyak sampah,” ujar Nursyamsiani.

Dia pun berharap melalui program yang digagas pertamina dengan mengolah minyak jelantah tersebut tentunya semakin membantu dalam mengelola dan menjaga lingkungan sekitar. 

"Segi ekonomi ini dapat dianggap sebagai bonus untuk para kader. Meskipun dari segi ekonomi masih belum maksimal namun kontribusi masyarakat dalam lingkungan hidup sudah luar biasa," tutupnya.

Penulis: Ferry Cahyanti

Editor: Adhitya Noviardi