
Nira Sawit, Potensi Emas Baru dari Peremajaan Kebun Sawit
- Setiap batang sawit tua bisa menghasilkan rata-rata 6,8 liter nira per hari
Ekbis
IBUKOTAKINI.COM — Upaya hilirisasi industri kelapa sawit yang digencarkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kini mulai membuka peluang ekonomi baru dari sektor yang selama ini kurang tergarap: nira sawit.
Produk turunan dari batang kelapa sawit ini diyakini memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan petani, terutama di masa peremajaan kebun (replanting).
Dalam rangka mendorong pengembangan produk bernilai tambah, Kemenperin memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PalmCo/PTPN IV dan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN), Kamis (10/4), di Pabrik Kelapa Sawit Adolina, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Langkah ini merupakan kelanjutan dari nota kesepahaman yang telah disepakati sebelumnya bersama Kemenperin.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menjelaskan bahwa batang kelapa sawit yang biasanya dianggap limbah dalam masa replanting ternyata menyimpan potensi manis: nira sawit.
“Nira sawit memiliki kandungan gula tinggi dan dapat diolah menjadi produk bernilai ekonomi seperti gula merah berkualitas,” ujarnya di Jakarta, Senin (14/4/2025).
BACA JUGA:
Gubernur Kaltim Prioritaskan KEK Maloy untuk Industri Kelapa Sawit - ibukotakini.com
Putu mengungkapkan, di daerah sentra sawit, jumlah pengrajin nira sawit meningkat seiring kesadaran akan nilai ekonominya. Setiap batang sawit tua bisa menghasilkan rata-rata 6,8 liter nira per hari, dengan masa penderesan berlangsung hingga dua bulan.
Ini membuka peluang usaha yang menjanjikan bagi petani, khususnya skala kecil dan menengah.
Dengan investasi awal sekitar Rp25 juta per hektare—termasuk peralatan dan perlengkapan produksi—petani yang mengolah nira secara mandiri dapat meraup keuntungan bersih hingga Rp25 juta. “Ini berdasarkan survei lapangan terhadap beberapa pengrajin nira yang telah berjalan,” jelas Putu.
Agar usaha nira sawit berkembang secara berkelanjutan, Kemenperin mendorong terbentuknya kemitraan antara petani dan pengrajin, serta penguatan kelembagaan produksi. Sistem manajemen yang efisien, mulai dari pengelolaan SDM, proses produksi, hingga pemasaran, menjadi kunci keberhasilan.
“Dengan dukungan pelatihan dan pendampingan dari pengrajin berpengalaman, kualitas dan kuantitas produk nira sawit dapat ditingkatkan,” tambah Putu. Ia menegaskan bahwa pola kemitraan juga membantu menjamin ketersediaan bahan baku yang berasal langsung dari pohon sawit milik petani sendiri.
BACA JUGA:
Inisiatif pemanfaatan batang sawit untuk produksi nira dan gula merah bukan hanya menjawab tantangan hilirisasi, tapi juga memperluas spektrum ekonomi dari industri sawit. “Kami berharap, langkah ini bisa memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian lokal dan nasional, serta mendukung peningkatan kesejahteraan pekebun sawit,” tutup Putu.
Dengan inovasi ini, nira sawit berpeluang menjadi "emas manis" baru bagi Indonesia, memperkaya portofolio produk turunan sawit yang selama ini didominasi minyak goreng dan oleokimia. ***
