Ilustrasi minyak kelapa sawit
Ekonomi

Nusron Wahid Tolak Relaksasi DMO, Cegah Kenaikan Harga Migor

  • IBUKOTAKINI.COM - Rencana pemeirntah merelaksasi kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Crude Palm Oil (CPO) dan turunanny
Ekonomi
Redaksi

Redaksi

Author

IBUKOTAKINI.COM - Rencana pemeirntah merelaksasi kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, mendapat tentangan anggota Komisi VI, Nusron Wahid.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini mengatakan tidak setuju dengan langkah Kementerian Perdagangan untuk merelaksasi DMO dan turunannya, karena bakal berakibat kenaikan harga minyak goreng.

"Kalau DMO dan DPO dihapus kemudian harga melambung tinggi kayak kemarin, apakah pengusaha kemudian tanggung jawab?" kata Nusron dikutip dari keterangan resmi DPR RI Kamis (28/7/2022).

Oleh karena itu, Nusron menilai pencabutan kebijakan DMO dan DPO justru akan memicu kembali kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.

Penerapan DMO selama ini dinilai mampu menekan harga minyak goreng di dalam negeri meski harga CPO dunia sedang tinggi.

"Jangan-jangan malah memanfaatkan momentum untuk mengambil keuntungan sesaat yang ujung-ujungnya korbannya konsumen yang merupakan mayoritas masyarakat Indonesia," imbuhnya.

Menurut Nusron, aturan yang dibuat pemerintah lewat kebijakan DMO dan DPO sudah jelas dan transparan, sehingga tidak perlu dilakukan relaksasi terhadap kebijakan tersebut. Legislator dapil Jawa Tengah II ini menambahkan, justru yang perlu dilakukan para pemangku kepentingan adalah fokus terhadap infrastruktur distribusi yang efektif, efisien dan tepat sasaran.

"Ini yang harus ada percepatan dan akselerasi. Pemerintah harus gerak cepat memberikan bimtek (bimbingan teknis) buat pedagang minyak goreng agar bisa mengakses kanak aplikasi Si Mirah (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah)," imbuhnya.

Oleh karena itu, Nusron pun menyesalkan adanya kalangan pengusaha yang justru meminta kebijakan DMO-DPO dihapuskan. Padahal menurutnya, aturan main yang sekarang ditetapkan pemerintah sudah cukup jelas dan transparan.

"Kalau ada pengusaha yang mengatakan DMO-DPO ribet, berarti pengusaha yang egois, memikirkan diri sendiri, hanya mengejar keuntungan sesaat. Tidak berpikir jangka panjang tentang nasib mayoritas rakyat Indonesia sebagai konsumen. Kalau punya komitmen kasih barang ke dalam negeri 1 kilo dapat fasilitas ekspor 5-6 kilo. Yang nggak mau, ya itu berarti yang malas dan nakal," tegasnya.