
Outsourcing Dihapus? Pakar: Justru Bisa Picu Gelombang PHK Baru
- Di tengah tantangan ekonomi dan transformasi industri, praktik outsourcing masih menjadi bagian dari strategi bisnis global.
Tren
IBUKOTAKINI.COM - Wacana penghapusan sistem kerja outsourcing kembali mengemuka di tengah derasnya kritik terhadap praktik alih daya yang dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan pekerja. Namun, di balik tuntutan tersebut, sejumlah pakar mengingatkan: solusi bukan di penghapusan, tapi pada pembenahan dan penegakan aturan yang selama ini longgar.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengungkapkan bahwa praktik outsourcing di lapangan masih menyisakan banyak persoalan klasik. Mulai dari upah di bawah UMR, jam kerja berlebih tanpa upah lembur, hingga penahanan ijazah dan absennya jenjang karir menjadi catatan buram yang tak kunjung terselesaikan.
“Kalau pembatasan jenis pekerjaan outsourcing ini ditegakkan, itu sebenarnya adil. Tapi kuncinya bukan hanya pada regulasi, tapi juga pada penegakan hukum dan pengawasan,” kata Timboel kepada TrenAsia.com media berjejaring Ibukotakini.com, pada Senin (5/5/2025).
Padahal, lanjut Timboel, sistem outsourcing sebenarnya memiliki landasan hukum yang jelas. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengaturnya, bahkan Mahkamah Konstitusi (MK) berkali-kali menolak permohonan judicial review yang menyoal keabsahan praktik ini.
BACA JUGA:
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 19 Tahun 2012 juga mempertegas bahwa pekerjaan yang boleh dialihdayakan hanya terbatas pada lima jenis pekerjaan penunjang, seperti kebersihan, keamanan, logistik, katering, dan pengemudi.
Masalahnya, menurut Timboel, praktik di lapangan jauh dari ketentuan. Banyak perusahaan besar justru menggunakan outsourcing untuk pekerjaan inti dan tidak memberi perlindungan sosial yang layak kepada pekerjanya.
Meski banyak menuai kritik, Timboel justru menilai bahwa menghapus total sistem outsourcing adalah langkah tidak objektif. Selain berpotensi melanggar hukum, hal ini bisa berdampak serius terhadap iklim investasi dan pembukaan lapangan kerja.
“Kalau sistem outsourcing dihapus, akan ada penolakan besar dari dunia usaha. Ini juga berpotensi menurunkan pembukaan lapangan kerja, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil,” ujarnya.
Sebagai jalan tengah, Timboel menyarankan tiga langkah strategis:
1. Pembatasan tegas terhadap jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan.
2. Penegakan hukum terhadap perusahaan nakal.
3. Kewajiban pemberi kerja untuk memberikan jaminan sosial lengkap bagi pekerja outsourcing, dari kesehatan hingga pensiun.
“Kalau tiga hal ini dijalankan, sistem outsourcing tetap bisa jadi solusi ketenagakerjaan yang adil dan efisien,” tegasnya.
Di tengah tantangan ekonomi dan transformasi industri, praktik outsourcing masih menjadi bagian dari strategi bisnis global. Banyak perusahaan memilih menyerahkan pekerjaan penunjang kepada pihak ketiga agar bisa fokus pada lini usaha utama.
Dengan pembenahan menyeluruh dan pengawasan yang lebih kuat, Timboel yakin outsourcing bisa tetap dijalankan secara manusiawi dan adil tanpa harus mengorbankan efisiensi atau nasib para pekerja.
"Yang kita butuhkan bukan penghapusan, tapi reformasi sistem. Supaya tidak ada lagi pekerja yang dikorbankan demi efisiensi," tutupnya. ***
