Hasil pantauan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil V Balikpapan. Bahwa sejumlah ritel modern di Kota Balikpapan pada hari sabtu dan minggu 22-23 Januari 2022, banyak gerai yang kehabisan stok atau ludes dalam sekejap
Ekonomi

Panic Buying Sebabkan Minyak Goreng di Ritel Modern Ludes Hitungan Jam

  • IBUKOTAKINI.COM – Hasil pantauan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil V Balikpapan. Sejumlah ritel modern di Kota Balikpapan pada hari sabtu dan
Ekonomi
Redaksi

Redaksi

Author

IBUKOTAKINI.COM – Hasil pantauan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil V Balikpapan. Sejumlah ritel modern di Kota Balikpapan pada hari sabtu dan minggu 22-23 Januari 2022, sejak penerapan minyak goreng satu harga subsidi pemerintah yang dibanderol Rp.14.000/liter, diketahui banyak gerai yang kehabisan stok atau ludes dalam sekejap. 

Harga yang dijual sesuai dengan kebijakan pemerintah, namun beberapa gerai menetapkan harga dengan persyaratan tertentu. Sebagai contoh minyak goreng dibandrol dengan harga 27 ribuan rupiah per dua liter dengan kewajiban pembelian barang lain senilai minimal 100 ribu rupiah.

Berdasakan Hasil Survey minyak goreng pada hari Sabtu dan Minggu (22, 23/1) di gerai Indomaret, Jalan Jenderal Suprapto, Kampung Baru Tengah, Jalan Soekarno – Hatta, Jalan AW. Syahranie, Jalan Gajah Mada,  Jenderal Sudirman, Jalan Marsma Iswahyudi terpantau kosong. Alfamidi, Jalan Jenderal Suprapto, Kampung Baru Tengah, Jl. Gajah Mada, Jl.  AW. Syahranie terpantau kosong.

Dari keterangan petugas kasir di sejumlah gerai minimarket, meskipun pasokan masuk secara rutin 2 atau 3 hari sekali, begitu pasokan minyak goreng diturunkan, dalam hitungan jam sudah habis diborong konsumen. Petugas Kasir sebenarnya sudah mengatur pembatasan pembelian maksimal 2 liter perorang untuk menghindari aksi borong. Beberapa ritel yang ditemui menyatakan bahwa stok tersedia di gudang dan belum didistribusikan ke beberapa gerai.

Menanggapi adanya kekosongan stok minyak goreng tersebut, Manaek Pasaribu, Kepala Kanwil V KPPU mengatakan bahwa fenomena ini terjadi karena kondisi panic buying di level konsumen sehingga permintaan terhadap minyak goreng subsidi di awal penerapannya menjadi sangat tinggi dibandingkan kecepatan distributor dalam mensuplai minyak goreng di sejumlah ritel. 

“Sangat kecil kemungkinan pasokan minyak goreng ditimbun di level produsen karena harga sudah ditetapkan oleh pemerintah, artinya dengan menahan pasokan tidak akan mengakibatkan kenaikan harga di tingkat konsumen,” kata Manaek Pasaribu dalam keterangan resminya yang diterima Ibukotakini.com, Senin (24/1/2022).

Manaek menilai fenomena panic buying ini tidak akan berlangsung lama karena pemberlakuan kebijakan satu harga masih akan berlangsung selama enam bulan. Semestinya konsumen tidak perlu melakukan aksi borong atau menimbun minyak goreng di rumah karena stok sudah dijamin oleh pemerintah. Manaek menghimbau kepada konsumen untuk berbelanja sesuai dengan kebutuhan serta meminta kepada pihak pemasok untuk segera mempercepat supply di seluruh retailer. 

“Terhadap beberapa ritel yang menjual minyak goreng dengan persyaratan mewajibkan pembelian barang lain sejumlah harga tertentu adalah bentuk tindakan yang tidak melaksanakan instruksi pemerintah dan Kanwil V KPPU akan melakukan pengawasan terhadap perilaku gerai tersebut,” ujarnya. 

Di samping itu, KPPU tetap akan melakukan penelitian dan pengawasan terhadap sejumlah produsen yang menguasai pasar minyak goreng serta tetap akan menilai kebijakan pemerintah yang dapat mendorong pertumbuhan industri minyak goreng agar sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

Sebelumnya, KPPU telah menyampaikan hasil kajian atas permasalahan lonjakan harga minyak goreng melalui forum jurnalis pada minggu lalu. Forum tersebut menghadirkan Komisioner KPPU, Ukay Karyadi dan Direktur Ekonomi, Mulyawan Renamanggala. Berdasarkan hasil penelitian, KPPU menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak goreng tersebut antara lain dipicu oleh kenaikan permintaan crude palm oil (CPO) di industri biodisel dan pasar internasional. Upaya penetapan harga oleh Pemerintah saat ini bagus dalam jangka pendek, namun di jangka panjang belum dapat menyelesaikan persoalan industri yang diwarnai oleh tingginya konsentrasi pelaku usaha yang terintegrasi dan kebijakan yang belum mendorongpeningkatan jumlah pelaku usaha di industri tersebut.

Penelitian dilaksanakan dan dilatarbelakangi lonjakan harga minyak goreng dari bulan Oktober 2021 hingga mencapai Rp 20.000 per liter dan adanya dugaan kartel dalam kenaikan harga minyak goreng. Penelitian difokuskan pada dua sisi, yakni apakah kenaikan ini disebabkan adanya kebijakan Pemerintah atau terdapat perilaku antipersaingan oleh pelaku usaha. Dijelaskan bahwa sinyal-sinyal terkait kedua hal tersebut sudah ada.

Dari hasil penelitian, KPPU melihat bahwa terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5% di pasar minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng. Pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng juga merupakan pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO
hingga produsen minyak goreng. Sebaran pabrik minyak goreng juga dilihat tidak merata. Di mana sebagian besar pabrik berada di pulau Jawa dan tidak berada di wilayah perkebunan kelapa sawit. Padahal ketergantungan pabrik minyak goreng akan pasokan CPO menjadi sangat besar.

KPPU menilai kenaikan harga minyak goreng di berbagai wilayah sejalan dengan kenaikan permintaan dan naiknya harga CPO. Kenaikan tersebut dikarenakan tumbuhnya industri biodiesel, turunnya pajak ekspor di India, dan naiknya permintaan dari luar negeri akibat kenaikan akibat kebutuhan akan bahan bakar. Posisi CPO sebagai komoditas global juga menyebabkan produsen minyak goreng sulit bersaing dengan pasar ekspor dalam hal
mendapatkan bahan baku meskipun produsen minyak goreng masih satu kelompok usaha dengan pelaku usaha eksportir CPO. Sementara, KPPU melihat kebijakan pemerintah yang ada saat ini belum mendorong adanya pertumbuhan industri minyak goreng dengan banyaknya aturan yang membatasi dan mengurangi persaingan usaha. KPPU pernah menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah terkait berbagai kebijakan yang
mengurangi persaingan usaha di industri pada tahun 2007.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, KPPU menyarankan agar Pemerintah mencabut regulasi yang menimbulkan hambatan masuk (entry barrier) pelaku usaha baru di industri minyak goreng, termasuk pelaku usaha lokal dan skala menengah kecil. Semakin banyaknya pelaku usaha baru diharapkan akan mengurangi dominasi kelompok usaha yang berintegrasi secara vertikal. Lebih lanjut, untuk menjamin pasokan CPO, KPPU menyarankan agar perlu didorong adanya kontrak antara produsen minyak goreng dengan CPO untuk menjamin harga dan pasokan.

KPPU berharap harga pasar dapat berjalan sesuai hukum pasar dan tidak dipengaruhi adanya kartel atau kesepakatan akan tetapi hukum supply and demand, dan berharap Pemerintah mendorong pelaku usaha yang tidak terafiliasi. KPPU akan terus mendalami berbagai alat bukti atas permasalahan industri ini.