logo
Pemerintah Akan Hentikan Ekspor LNG, Fokus Penuhi Kebutuhan Domestik
Ekbis

Pemerintah Akan Hentikan Ekspor LNG, Fokus Penuhi Kebutuhan Domestik

  • Kebijakan penghentian ekspor LNG ini merupakan langkah konkret dalam mewujudkan kemandirian energi.
Ekbis
Bunga Citra

Bunga Citra

Author

IBUKOTAKINI.COM – Rencana pemerintah menghentikan ekspor gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri disambut positif oleh berbagai pihak. 

Kebijakan ini dinilai akan memperkuat upaya pemerintah dalam mewujudkan target swasembada energi sebagaimana program Astacita yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Pengamat energi Iwa Garniwa menilai bahwa kebijakan ini sangat tepat dan seharusnya sudah dilakukan sejak lama. 

“Selama goodwill-nya kuat, (kebijakan stop ekspor LNG) bisa berjalan. Memang ini yang harus dilakukan sejak lama. Artinya kita penuhi kebutuhan dalam negeri, tingkatkan industri,” kata Iwa kepada wartawan pada Kamis, 6 Februari 2025.

Menurutnya, salah satu dampak positif dari kebijakan ini adalah menjaga ketersediaan energi nasional di tengah menurunnya secara alami sumber gas bumi pipa dari sumur-sumur eksisting yang sudah berusia tua. Dalam jangka panjang, kebijakan ini juga akan membantu daya saing industri nasional agar lebih kompetitif di tingkat global.

“Jadi yang dijual (ekspor) dan menjadi pendapatan negara adalah hasil hilirisasinya. Hasil industri kita. Kalau hasilnya bisa menutupi kekurangan pendapatan negara akibat berhenti ekspor LNG sebelumnya, ini yang ideal,” ungkap Iwa, yang juga menjabat sebagai Rektor Institut Teknologi PLN.

BACA JUGA:

PT KPI Unit Balikpapan Sosialisasi HIV/AIDS dan TBC untuk Pelajar - ibukotakini.com

Lebih lanjut, Iwa menegaskan bahwa kebutuhan energi, terutama gas, akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan industri nasional. Dengan mengoptimalkan sumber energi dari dalam negeri, sektor industri dan ekonomi akan semakin kuat.

“Kebijakan penghentian ekspor LNG ini merupakan langkah konkret dalam mewujudkan kemandirian energi. Terlebih dalam rangka mencapai swasembada energi yang menjadi target pemerintahan Prabowo. Tentu bisa dan harus bisa, karena kendali energi ada di tangan kita,” tambahnya.

Namun, Iwa juga mengingatkan bahwa jika kebijakan ini tidak segera diputuskan, dampak negatifnya bisa dirasakan oleh sektor industri dan ekonomi nasional. Krisis pasokan gas bumi di dalam negeri dapat menyebabkan harga gas yang lebih mahal bagi konsumen.

“Selain volume yang diterima konsumen dan pelaku usaha berkurang, adanya pasokan dalam bentuk LNG juga menjadikan harga lebih tinggi dibandingkan sumber pasokan dari gas pipa,” jelasnya. 

BACA JUGA:

Rakor KKP HAM, Penguatan Pelaporan dan Pengumpulan Data - ibukotakini.com

Oleh karena itu, kebijakan yang tepat terkait gas bumi akan memastikan daya saing industri dan ekonomi nasional tetap terjaga secara berkelanjutan.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengumumkan rencana menunda ekspor sejumlah kargo LNG untuk memastikan pasokan dalam negeri yang semakin meningkat, setidaknya untuk tahun 2025 dan kemungkinan hingga 2026.

Mengutip laporan Bloomberg, Indonesia kemungkinan harus menahan sekitar 50 kargo LNG agar dialokasikan bagi kebutuhan domestik. Berdasarkan data Ship-tracking, ekspor LNG Indonesia pada 2024 mencapai 300 kargo, menjadikannya sebagai eksportir LNG terbesar keenam di dunia.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pemerintah berencana memprioritaskan gas domestik untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang terus meningkat. Langkah ini juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai swasembada energi nasional.

“Kebutuhan gas nasional diproyeksikan mencapai 1.471 BBTUD (Billion British Thermal Unit per Day) pada 2025 dan meningkat hingga 2.659 BBTUD pada tahun 2034. Orientasi kita sekarang harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kalau kebutuhan dalam negeri sudah cukup, barulah kita akan membuka peluang untuk ekspor,” tukas Bahlil. ***