
Pemerintah Wajibkan Pembayaran THR Penuh, Tak Boleh Dicicil
- Pembayaran THR tidak boleh dilakukan secara cicil dan harus dibayarkan penuh kepada pekerja.
Tren
IBUKOTAKINI.COM – Pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 yang mengatur pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja menjelang Idul Fitri 1446 Hijriah.
Dalam aturan tersebut, THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya Idulfitri, yang tahun ini jatuh pada 31 Maret 2025. Dengan demikian, batas akhir pembayaran THR adalah 24 Maret 2025.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan bahwa pembayaran THR tidak boleh dilakukan secara cicil dan harus dibayarkan penuh kepada pekerja. “THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. THR harus dibayar penuh tidak boleh dicicil dan saya minta sekali lagi agar perusahaan memberikan perhatian terhadap ketentuan ini,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, pada Rabu (12/3/2025).
Dasar hukum pembayaran THR ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016. THR diberikan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pekerja dalam menyambut hari raya keagamaan.
Aturan ini berlaku bagi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), guru harian lepas, serta pekerja sistem satuan hasil yang memenuhi syarat. Pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan berhak menerima THR.
BACA JUGA:
Besaran THR untuk ASN dan THL PPU Tunggu PP - ibukotakini.com
Besaran THR yang Diterima
Besaran THR yang diterima pekerja disesuaikan dengan masa kerja mereka. Bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih, THR yang diberikan setara dengan satu bulan upah. Sementara itu, pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan akan menerima THR secara proporsional sesuai dengan lamanya masa kerja.
“Bagi pekerja atau guru yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan THR sebesar satu bulan upah. Sedangkan bagi pekerja atau guru dengan masa kerja satu bulan secara terus-menerus tapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional,” tambah Yassierli.
Untuk pekerja harian lepas, perhitungan THR didasarkan pada rata-rata upah yang diterima selama 12 bulan terakhir. Begitu pula dengan pekerja yang dibayar berdasarkan satuan hasil, THR dihitung dari rata-rata upah selama 12 bulan terakhir.
Untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membuka posko pengaduan dan konsultasi THR di Pusat Layanan Terpadu Satu Atap (PTSA) Kemenaker serta Dinas Ketenagakerjaan di daerah.
“Saya juga minta di masing-masing wilayah provinsi dan kabupaten atau kota untuk juga membentuk posko THR,” ungkap Yassierli. ***