logo
Pengangguran Diproyeksi Naik, Lulusan SMA Mendominasi
Tren

Pengangguran Diproyeksi Naik, Lulusan SMA Mendominasi

  • Lulusan SMA tercatat sebagai penyumbang terbesar angka pengangguran: 28,01%
Tren
Bunga Citra

Bunga Citra

Author

IBUKOTAKINI.COM - Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia akan naik menjadi 5% pada 2025, naik tipis dari 4,9% di 2024. Proyeksi ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi kedua di Asia, setelah Filipina. Temuan itu tertuang dalam laporan World Economic Outlook yang dirilis April 2025.

Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan bahwa proyeksi tersebut tetap menjadi bahan masukan penting. Namun, pemerintah tetap merujuk pada data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam merumuskan kebijakan.

“Analisis dari IMF jadi masukan penting. Tapi kita tetap berpatokan pada data BPS,” ungkap Hasan, Rabu (4/6/2025).

Menurut data BPS per Februari 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun menjadi 4,76%, dari sebelumnya 4,82% pada Februari 2024. Jumlah setengah penganggur juga berkurang dari 8,52% ke 8%, dan pekerja penuh waktu naik dari 65,60% menjadi 66,19%.

“Memang ada PHK, tapi penciptaan lapangan kerja baru juga lebih banyak,” jelas Hasan.

BACA JUGA:

Jajaki Investasi Strategis dengan Turki dan Afrika Selatan, PPU Paparkan Sektor Unggulan - ibukotakini.com

Lulusan SMA Dominasi Angka Pengangguran

Meski terjadi perbaikan, pasar tenaga kerja tetap menghadapi tekanan besar akibat lonjakan angkatan kerja muda, terutama lulusan SMA, vokasi, dan perguruan tinggi.

Lulusan SMA tercatat sebagai penyumbang terbesar angka pengangguran: 28,01%. Sebaliknya, lulusan diploma justru memiliki tingkat pengangguran terendah, hanya 2,44%, mencerminkan tingginya relevansi pendidikan terapan di pasar kerja.

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025 mencatat jumlah angkatan kerja mencapai 990.634 orang, naik 41.550 orang dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik 1,81 persen poin.

Kenaikan TPAK menjadi sinyal positif karena semakin banyak warga usia kerja yang siap bekerja, namun juga menjadi tantangan karena pertumbuhan lapangan kerja belum seimbang dengan jumlah pencari kerja baru.

Perbedaan definisi antara IMF dan BPS turut memengaruhi persepsi terhadap data pengangguran. IMF hanya menghitung pencari kerja aktif, sementara BPS juga mencakup mereka yang menyiapkan usaha dan discouraged workers mereka yang berhenti mencari kerja karena putus asa.

Meski menghadapi proyeksi kurang menggembirakan dari IMF, pemerintah tetap optimistis. Sejumlah program terus digulirkan, seperti:

  • Pelatihan vokasi berbasis kebutuhan industri
  • Penguatan UMKM sebagai motor ekonomi
  • Perluasan program padat karya di sektor strategis

“Pemerintah tetap fokus pada penciptaan kerja riil, khususnya bagi angkatan muda,” pungkas Hasan. ***