Peningkatan Aktivitas Transportasi Berbahan Bakar Minyak Jadi Penyabab Tingginya Polusi Udara di Jakarta
- Ferdy Hasiman, peneliti Alpha Research and Datacenter mengatakan kualitas udara di Ibu Kota Jakarta kian memburuk, atau jauh lebih berkualitas jika dibandingkan dengan saat pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Kabar Ibu Kota
JAKARTA—Polusi udara Ibu Kota Jakarta jauh lebih terkendali saat pemberlakukan PPKM jika dibandingkan dengan saat ini menyusul tingginya aktivitas penggunaan transportasi berbahan bakar minyak.
Ferdy Hasiman, peneliti Alpha Research and Datacenter mengatakan kualitas udara di Ibu Kota Jakarta kian memburuk, atau jauh lebih berkualitas jika dibandingkan dengan saat pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Selama masa pandemi COVID-19 di mana dilakukan pembatasan kegiatan, terlihat bahwa kualitas udara di Jakarta menjadi lebih baik. Dari data ISPU (Index Standar Pencemaran Udara) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, tercatat bahwa adanya penurunan emisi (PM10) pada tahun 2020 hingga di angka 29,41 mg/Nm3," ungkap Ferdy.
Angka ini kemudian meningkat sebesar 155 Persen atau mencapai angka 75 mg/Nm3 di tahun 2022 di mana pembatasan kegiatan masyarakat berangsur dilonggarkan.
Sumber polusi terbesar, paparnya, dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar bensin dan solar yang menyumbang sebesar 57% polusi. “Meskipun belum dapat ditentukan proporsi dari kendaraan di jalan raya dan dari emisi off-road (misalnya: kendaraan logistik),” katanya.
Menurutnya, sumber utama non-kendaraan menyumbang 17%–46% termasuk kontribusi dari sumber antropogenik seperti: pembakaran terbuka, kegiatan konstruksi (non-pembakaran) dan debu jalan, juga sumber alam seperti tanah dan garam laut.
Di Indonesia, sektor transportasi menjadi salah satu penghasil emisi terbesar. Tahun 2020 emisinya 280 juta ton CO2e. Bandingkan emisi antara kendaraan listrik dan kendaraan BBM. “Hitungannya begini; 1 liter BBM sama dengan 1,2 kWh listrik. Emisi karbon 1 liter BBM adalah 2,4 kg Co2e. Sementara, emisi karbon 1,2 kWh listrik adalah 1,3 kg Co2e,” jelas Ferdy.
Ferdy menyarankan, kendaraan listrik menjadi solusi untuk mengatasi polusi di Jakarta. Trend global yang mengarah ke mobil listrik ini sangat masuk akal, karena dunia sekarang sedang gencar berkampanye soal transisi energi.
“Dengan transisi energi, kendaraan listrik akan memiliki peran penting dalam mengurangi emisi dan lebih bersih,” ujar Ferdy.
Dia mengatakan, kampanye penggunaan kendaraan listrik ini sebenarnya sudah dilakukan pemerintah di negeri-negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa dan Cina yang mulai melakukan transisi energi.
“Negara-negara itu sudah mulai beralih dari energi tinggi karbon menuju energi bersih. Di sektor otomotif, mereka sudah mulai meninggalkan kendaraan berbasis fosil menuju kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Sektor transportasi menjadi salah satu penghasil emisi besar, sehingga beralih ke kendaraan ramah lingkungan adalah solusi terbaik.”
Jika menggunakan kendaraan listrik, kata Ferdy, sama dengan mengurangi hampir 50% emisi karbon. Jika kita tidak berbuat sesuatu, maka pada tahun 2060 emisinya akan mencapai 860 Juta ton CO2e per tahun. Satu-satunya cara menurunkan emisi di sektor transportasi adalah dengan mendorong peralihan kendaraan BBM ke listrik.
“Ini merupakan komitmen untuk mengubah dari yang dulunya kotor, menjadi sangat bersih,” pungkas Ferdy.