Penyamarataan Tembakau dengan Barang Ilegal Dalam RUU Kesehatan Dikhawatirkan Berdampak pada 5 Juta Pekerja IHT
- Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo, meminta ketentuan yang menyamaratakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan dihapus. Alasannya, ketentuan tersebut bakal mengeliminasi industri hasil tembakau sekaligus merenggut nafkah hidup para pekerjanya.
Bisnis
JAKARTA – Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo, meminta ketentuan yang menyamaratakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan dihapus. Alasannya, ketentuan tersebut bakal mengeliminasi industri hasil tembakau sekaligus merenggut nafkah hidup para pekerjanya.
“Ketentuan tersebut harus dihapus, karena tidak memenuhi rasa keadilan. Tembakau ini merupakan produk yang legal. Saya sebagai wakil rakyat yang notabene di wilayah saya banyak industri dan petani tembakau, saya punya kewajiban untuk menyampaikan kepada negara dan pemerintah agar ketentuan tersebut dihapus,” ungkapnya.
Dalam RUU Kesehatan, ketentuan tersebut ada dalam pasal 154 ayat (3), dengan bunyi: zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
- Sinergi Pembangunan, Pemkot dan Kodim 0905 Balikpapan Tanda Tangani Nota Kesepakatan
- Tenaga Kesehatan di Balikpapan Gelar Aksi Damai Menolak RUU Kesehatan
- Kuartal III-2024 Pengembangan Kilang Balikpapan Siap Beroperasi
Firman menambahkan, penyamarataan tembakau yang merupakan barang legal dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan barang ilegal merupakan usul dari Kementerian Kesehatan yang tiba-tiba masuk dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diserahkan kepada DPR pada awal April lalu.
“Pasal tersebut tidak ada dalam draf sebelumnya. Namun dalam DIM dari pemerintah (Kementerian Kesehatan), kemudian muncul narasi itu, yang menurut pandangan kami tidak sesuai dengan pengusul (DPR), yakni tentang pasal yang menyangkut tembakau yang disetarakan dengan narkotika atau narkoba,” sambung legislator asal Jawa Tengah ini.
Tak hanya dari aspek prosedural, ketentuan tersebut dinilai Firman juga dapat menekan industri tembakau yang merupakan salah satu kontributor terbesar ekonomi nasional. Baik secara langsung seperti pendapatan cukai, maupun tidak langsung melalui penyerapan tenaga kerja.
Jika beleid kesehatan ini sah, Firman menaksir maka akan ada lebih dari 5 juta pekerja industri hasil tembakau yang akan kehilangan pekerjaannya. Ini belum termasuk pekerja di sektor industri pendukung seperti distribusi, hingga ritel, kreatif, periklanan hingga UMKM.
“Ada lebih dari 5 juta pekerja di IHT yang mayoritas merupakan perempuan. Ini jumlah yang tidak kecil dan akan berdampak jika tembakau disamaratakan dengan narkoba. Hak hidup mereka akan terempas akibat ketentuan pasal tersebut,” ucap Firman.
- Komisi III DPRD Balikpapan Minta Pemilik Utilitas di Jalan MT Haryono Segera Ambil Tindakan Pindahkan Kabel
- Singapura Penanam Modal Terbesar di Indonesia di Kuartal 1-2023
- Disdik Gandeng Empat OPD Lain Untuk Majukan Sektor Pendidikan di Balikpapan
Karena itu, Anggota Komisi IV DPR RI ini mendesak pemerintah untuk menarik pasal yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika. Firman juga menambahkan sejatinya sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat dalam menjelaskan bahwa adiksi tembakau berbeda dengan narkotika dengan psikotropika, sehingga produk tersebut memang tidak dapat disamaratakan.