
Perbankan Tahan Banting di Tengah Tekanan Inflasi
- Kinerja intermediasi perbankan terus menunjukkan pertumbuhan positif
Ekbis
IBUKOTAKINI.COM – Di tengah tekanan inflasi dan potensi pelemahan daya beli masyarakat, sektor perbankan Indonesia tetap menunjukkan ketahanan yang cukup baik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit konsumtif yang tetap kuat, sementara rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) masih dalam batas terkendali.
Namun, dinamika ekonomi yang terus berubah membuat proyeksi terhadap NPL menjadi salah satu perhatian utama.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa kinerja intermediasi perbankan terus menunjukkan pertumbuhan positif, dengan angka mencapai 10,27% secara tahunan pada Januari 2025.
Kredit konsumtif mencatat pertumbuhan 10,37%, lebih tinggi dibandingkan Kredit Modal Kerja yang tumbuh 8,40%. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi pendorong utama pertumbuhan ini, dengan peningkatan kredit sebesar 10,98%.
Meskipun terdapat tekanan inflasi, adopsi layanan keuangan berbasis digital seperti Buy Now Pay Later (BNPL) turut berkontribusi terhadap pertumbuhan kredit konsumtif. OJK mencatat baki debet kredit BNPL tumbuh 46,45% secara tahunan, mencapai Rp22,57 triliun dengan jumlah rekening yang mencapai 24,44 juta.
BACA JUGA:
BI Balikpapan Pacu Digitalisasi Ekonomi, QRIS Jadi Andalan - ibukotakini.com
Seiring dengan pertumbuhan kredit yang positif, tingkat kredit bermasalah masih dalam batas aman. Pada Januari 2025, rasio NPL gross tercatat sebesar 2,18%, sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di angka 2,08%, tetapi lebih rendah dari posisi Januari 2024 yang sebesar 2,35%. Sementara itu, NPL net berada di level 0,79%.
Loan at Risk (LaR) juga mengalami tren penurunan dari 11,6% pada Januari 2024 menjadi 9,72% pada Januari 2025. Angka ini bahkan lebih baik dibandingkan periode sebelum pandemi, yakni Desember 2019, yang berada di level 9,93%.
Meski rasio kredit bermasalah masih terjaga, tren kenaikan NPL dibandingkan bulan sebelumnya menjadi sinyal bagi perbankan untuk lebih waspada terhadap risiko kredit di tengah ketidakpastian ekonomi.
Untuk mengantisipasi potensi lonjakan NPL, OJK menekankan pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Analisis kelayakan debitur menjadi faktor utama dalam memastikan stabilitas sistem keuangan.
BACA JUGA:
“Yang penting bukan apakah bank harus konservatif atau tidak, tetapi apakah mereka menjalankan prinsip kehati-hatian atau tidak,” ucap Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK yang diselenggarakan secara virtual, Selasa 4 Maret 2025.
Bank diwajibkan untuk melakukan analisis menyeluruh terhadap kemampuan membayar calon debitur dan stabilitas keuangan mereka. Selain itu, tingkat profitabilitas perbankan yang masih cukup baik, dengan Return on Assets (ROA) sebesar 2,34%, menunjukkan bahwa industri perbankan masih memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan ekonomi.
Selain langkah mitigasi dari perbankan, pemerintah juga mengambil inisiatif untuk menjaga daya beli masyarakat. Beberapa program yang dirancang untuk mendukung perekonomian nasional pada 2025 meliputi:
- Inisiatif pajak penghasilan bagi pekerja di industri padat karya
- Diskon pembelian listrik untuk penduduk kelas menengah
“Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan daya beli masyarakat tetap stabil, sehingga pertumbuhan kredit perbankan, termasuk kredit konsumtif, dapat lebih baik dibandingkan periode sebelumnya,” tutupnya. ***