logo
Pemerintah mulai membahas pembangunan sumber energi di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN. Pemkab PPU siapkan lahan 5 hektar.
Kabar Ibu Kota

Pola Ganti Rugi Jadi Pembahasan Penyusunan RDTR di IKN

  •   IBUKOTAKINI.COM – Pola gantirugi pada lahan masyarakat menjadi salah satu perhatian utama dalam  pembahasan penyusunan Rencana Detail Tata Ruan
Kabar Ibu Kota
Redaksi

Redaksi

Author

IBUKOTAKINI.COM – Pola gantirugi pada lahan masyarakat menjadi salah satu perhatian utama dalam  pembahasan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di wilayah Ibu Kota Nusantara. 

Dalam diskusi dengan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan pada Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan RI, Selasa (27/9/2022), Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mengingatkan agar pemerintah pusat tidak mengabaikan hak-hak masyarakat.

Kepala Bagian Pembangunan Setkab Penajam Paser Utara (PPU) Nicko Herlambang menyebut selama ini terkesan banyak mengabaikan hak-hak masyarakat, terkait pola mereka berkehidupan di lokasi yang akan dibangun IKN. 

“Terutama pada aspek perkebunan dan kehutanan,” kata Nicko Herlambang dalam pernyataan resmi yang dikutip Jumat, 30 September 2022. 

“Masyarakat kami cukup mandiri, dibuktikan dari catatan Pemda yang mana tercatat di sana sudah jelas masyarakat setempat telah memiliki lahan antara 3 sampai 4 hektare, dan ini bisa tergambar di RDTR kita, dan terkait skema pola ganti rugi lahan ini kan ada catatan untuk wilayah yang ada di APL yang termasuk di KIP itu sudah ada hampir 800 hektare,” ungkap Nicko ketika merespon narasumber Kemen LH dan Kehutanan.

BACA JUGA:

Nicko Herlambang mempertanyakan pola ganti rugi akan diterapkan apakah ini bisa tercapai dengan anggaran yang dimiliki pemerintah. 

“Sementara harga tanah sekarang pada saat dilaksanakan proses ganti rugi terhadap lahan yang sedang berproses sudah naik,” katanya. 

Sejauh ini, kata Nicko, tengah dilakukan sosialisasi terkait dengan lingkar Sepaku 1, kemudian dengan jalan akses Sorkat, kemudian dengan imtek dan bendungan.

Nicko menyebut harga ganti rugi yang ditawarkan saat ini kurang mendapat respon baik dari masyarakat. 

“Artinya menurut mereka, harga tanah sudah tidak sesuai dengan kondisi kekinian. Ini kalau dipaksakan pola seperti ini bahkan pihak terkait akan kesulitan, bahkan pada saat penlok nanti besar kemungkinan akan mendapat penolakan oleh masyarakat,” kata Nicko.

Menurut Nicko, warga menyebut harga yang ditawarkan tidak sesuai atau terlalu murah. 

“Pemkab PPU menyarankan sebaiknya ada pola-pola lain, misalnya apakah memungkinkan mereka direlokasi? Karena mereka memang sudah lama menetap dan pada dasarnya mereka tak ingin pergi dari tempat mereka semula,” jelasnya.

Menurut Nicko, jika hanya membayar ganti rugi saja dengan nilai yang tidak dianggap sesuai, akan ada penolakan yang cukup besar. 

Dari catatan RDTR yang sedang disusun, Pemkab PPU berharap dilibatkan lebih intens. “Tapi jangan juga hanya difungsikan di caption terakhir, karena ada beberapa wilayah budidaya yang dimiliki masyarakat justru dalam penyusunan RDTR menjadi wilayah konservasi menjadi wilayah RTH dan lain-lain, yang menyulitkan masyaratkat.”

“Kalau memang itu masuk dalam skema ganti rugi sekiranya masyarakat sesegera mungkin dilakukan proses sosialisasi dan penetapan supaya tidak menimbulkan permasalahan kelak kemudian hari ketika masyarakat mulai mengurus izin atau peningkatan status tanah mereka,” tegas Nicko. ###