Punya Potensi Besar, Apa Saja Kendala Pariwisata di Indonesia
Kabar Ibu Kota

Punya Potensi Besar, Apa Saja Kendala Pariwisata di Indonesia

  • Masalah utama yang dihadapi adalah lemahnya regulasi dan pengawasan, serta kurang optimalnya perencanaan yang menyebabkan pengelolaan pariwisata menjadi tidak terarah.
Kabar Ibu Kota
Redaksi

Redaksi

Author

JAKARTA - Indonesia memiliki daya tarik pariwisata yang luar biasa, mulai dari keindahan alam hingga keberagaman budaya yang menawan. Sebagai negara kepulauan dengan ratusan destinasi wisata, Indonesia menawarkan potensi besar dalam mendatangkan devisa negara melalui sektor pariwisata.

Terbukti, pada tahun 2023, sektor ini berhasil menghasilkan devisa senilai US$14 miliar atau sekitar Rp220 triliun (kurs Rp15.720). Realisasi ini melampaui target awal yang berada di kisaran US$9,99 miliar atau sekitar Rp157 triliun, dengan capaian kinerja devisa mencapai 197,74%.

Menurut Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Prof. Dr. I Putu Anom, M.Par., tata kelola pariwisata di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Banyak kebijakan yang belum mampu menjawab kebutuhan destinasi wisata maupun wisatawan.

Masalah utama yang dihadapi adalah lemahnya regulasi dan pengawasan, serta kurang optimalnya perencanaan yang menyebabkan pengelolaan pariwisata menjadi tidak terarah. Kondisi ini diperburuk oleh tingginya minat dari berbagai daerah untuk menarik kunjungan wisatawan tanpa memperhatikan daya dukung wilayah.

"Masih belum bagus tata kelola pariwisata kita. Nah, ini harus dibenahi," terang Anom, di Bali Jumat, 1 November 2024.

BACA JUGA:

Kasus Bali: Kepadatan dan Kemacetan
Bali, sebagai ikon pariwisata Indonesia, menghadapi tantangan khusus. Beberapa kabupaten/kota di Bali justru berlomba-lomba mengeluarkan izin pembangunan hotel dan restoran secara masif demi meningkatkan pendapatan pajak.

Sayangnya, banyak di antara mereka yang mengabaikan tata ruang wilayah. Hal ini berdampak langsung pada kawasan wisata, terutama Bali Selatan dan Ubud, yang kini kerap mengalami kemacetan. Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperhatikan kapasitas wilayah berpotensi menggerus kualitas pengalaman wisatawan serta keberlanjutan alam setempat.

Program pengembangan "10 Bali Baru" diharapkan menjadi solusi untuk menekan kepadatan di Bali sekaligus membuka potensi baru di daerah lain. Namun, implementasi program ini masih jauh dari harapan.

Kendala Pembukaan Destinasi Wisata Baru
Faktor terbesar yang menjadi kendala adalah harga tiket pesawat yang tinggi, sehingga banyak wisatawan lokal maupun asing yang enggan menjelajah destinasi baru di luar Bali. Aksesibilitas yang sulit ini tentu menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk memberikan solusi transportasi yang lebih terjangkau.

Sebagai negara dengan ribuan pulau, Indonesia juga menghadapi tantangan dari segi aksesibilitas antar-destinasi wisata. Sebagian besar destinasi wisata unggulan hanya bisa dijangkau melalui jalur udara, yang notabene memerlukan biaya tinggi serta infrastruktur transportasi yang memadai.

Untuk itu, Indonesia perlu berinvestasi lebih dalam hal infrastruktur transportasi, terutama pesawat dan bandara, agar seluruh destinasi wisata unggulan dapat diakses dengan mudah dan nyaman.

"Kita kan negara kepulauan sehingga terpencar destinasi kita sehingga harus menggunakan transportasi pesawat untuk mempercepat waktu. Jadi, tidak semudah itu menangani tata kelola pariwisata di Indonesia yang merupakan negara kepulauan," tambah Anom.

Diharapkan sinergi antara Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana dan Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata Zita Anjani dapat menghasilkan program yang solid tanpa tumpang tindih anggaran maupun kebijakan.

Dengan koordinasi yang baik, program pengembangan pariwisata diharapkan bisa berjalan lebih efektif dan berkelanjutan. Selain itu, pemanfaatan anggaran yang optimal akan membantu meningkatkan kualitas destinasi wisata sekaligus memberikan dampak ekonomi yang lebih luas kepada masyarakat sekitar.

Dengan potensi yang begitu besar, Indonesia memiliki peluang untuk terus meningkatkan sektor pariwisatanya, yang pada gilirannya akan memperkuat perekonomian nasional. Namun, optimisme ini harus diiringi dengan perbaikan tata kelola, mulai dari perencanaan hingga pengawasan yang lebih ketat.

Sinergi antar-pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah, menjadi kunci utama agar Indonesia dapat mewujudkan pariwisata berkelanjutan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian alam dan budaya untuk generasi mendatang. ***