Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita
Kabar Ibu Kota

Sepanjang 2021, Angka Usia Perkawinan Anak Menurun

  • IBUKOTAKINI.COM – Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur mencatat angka perkawinan anak dari Pengadi
Kabar Ibu Kota
Redaksi

Redaksi

Author

IBUKOTAKINI.COM – Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur mencatat angka perkawinan anak dari Pengadilan Agama Kaltim menunjukkan penurunan di tahun 2021. 

Di mana tahun 2021 tercatat sebanyak 1.089 anak, tahun 2020 meningkat kembali sebanyak 1.159 anak, tahun 2019 sebanyak 845 anak dan tahun 2018 sebanyak 953.

“Sehingga ada sedikit mengalami penurunan 70 anak di tahun 2021. Meski demikian, jauh sebelum pandemi, perkawinan anak memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia,” terang Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, dalam Sosialisasi Peran Pengasuhan Anak dalam Upaya Pencegahan Perkawinan Usia Anak di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2022, di Hotel Ibis Samarinda, Selasa (1/3/2022).

Soraya menjelaskan, perkawinan anak di Indonesia tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang tertanam di masyarakat sejak lama yang mendukung atau menormalisasi perkawinan anak, seperti perspektif agama yang berpandangan bahwa menikah adalah cara untuk mencegah terjadinya perbuatan zina.

“Selain itu, perspektif keluarga yang berpandangan bahwa perkawinan anak sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun, sehingga tidak menjadi masalah jika hal serupa tetap dilakukan dan perspektif komunitas yang beranggapan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan yang tinggi. Pandangan-pandangan ini menjadikan perkawinan anak direstui dan difasilitasi oleh orang tua, keluarga dan masyarakat,” ujarnya.

Pemerintah telah berupaya untuk mencegah perkawinan anak terjadi. Di antaranya mengubah batas usia minimal untuk perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun melalui UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Perkawinan anak ujarnya, telah menjadi prioritas kebijakan pembangunan nasional di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2020 - 2024).

Selanjutnya dalam Sustainable Development Goals (SDGs), pencegahan perkawinan anak masuk ke dalam tujuan kelima mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

“Kemudian, dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA), pemerintah secara spesifik menargetkan penurunan angka perkawinan usia anak dari 11,21 persen pada tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada akhir tahun 2024 dan 6,9 persen pada tahun 2030,” tandasnya.

Soraya melanjutkan, dalam perlindungan anak, selain upaya kuratif juga diperlukan upaya preventif dan promotif agar meminimalisir terjadinya kasus perkawinan anak. Keluarga atau orang tua merupakan garda terdepan yang berperan dalam mengasuh, mendidik dan membentuk karakter anak. 

Begitu pula dengan pengasuhan anak oleh orang tua merupakan salah satu kunci penting dalam sebuah keluarga yang akan menentukan baik buruknya karakter seorang anak kelak.

“Sementara DKP3A Kaltim memfasilitasi layanan informasi, konseling dan layanan rujukan terkait pengasuhan berbasis hak anak yang mudah diakses dan dikenal masyarakat melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kaltim Ruhui Rahayu. Dan mengharapkan melalui kelembagaan Puspaga meningkatkan peran pengasuhan keluarga, meningkatkan kualitas kehidupan menuju keluarga sejahtera dan pemenuhan hak anak,” pesan Soraya.