Krisdianto, Direktur Bina Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK RI
Kabar Ibu Kota

Sosialisasi Multi Usaha Kehutanan, KLHK RI Sebut Pertimbangkan Keberlanjutan Pemanfaatan Hutan

  • IBUKOTAKINI.COM - Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) juga mengatur terkait optimalisasi potensi multi usaha kehutanan yang dapat di
Kabar Ibu Kota
Niken Dwi Sitoningrum

Niken Dwi Sitoningrum

Author

BALIKPAPAN, IBUKOTAKINI.COM - Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) juga mengatur terkait optimalisasi potensi multi usaha kehutanan yang dapat dikembangkan dalam suatu kawasan hutan.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI telah membahas hal ini dan implementasinya dengan beberapa stakeholder terkait. 

Pengoptimalan potensi ini diwujudkan dengan memaksimalkan peran suatu perusahaan, pengusaha maupun investor yang mengelola hasil hutan kayu dan juga hasil hutan bukan kayu (HHBK) dalam kesempatan usaha yang sama, yakni Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).

"PBPH untuk hutan konsesi itu bisa mengajukan izin berusaha tidak hanya kayu, tetapi juga bisa multi usaha kehutanannya diajukan. Hanya saja di situ harus jelas peruntukkannya," ujar Krisdianto, Direktur Bina Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK RI yang menjadi keynote speech dari kegiatan Sosialisasi Multi Usaha Kehutanan di Kaltim, pada Jumat (17/3/2023) bertempat di Hotel Platinum Balikpapan.

Namun demikian, pemanfaatan tersebut terbatas pada jenis hutan yang akan dikelola. Khususnya, berkaitan dengan fungsi dari hutan tersebut.

Misalnya saja, hasil kayu dari hutan lindung tetap tidak boleh dikelola, tetapi HHBK yang ada di kawasan tersebut boleh dimanfaatkan dan dikelola dengan beberapa pertimbangan.

"Itu perbedaannya sebelum adanya UUCK dan setelah implementasi UUCK," terangnya. 

BACA JUGA:

Lebih lanjut, Krisdianto menyebut, implementasi ini didasarkan dari konflik yang terjadi di lapangan. Utamanya, berkaitan dengan dampak sosial dari PBPH perusahaan besar yang hanya memanfaatkan hasil kayu.

"Kita harapkan dengan membuka multi usaha kehutanan ini, tidak hanya memberikan keuntungan bagi perusahaan tetapi juga melibatkan masyarakat sekitar," harapnya.

Pertimbangan juga dilakukan dengan melihat semua aspek dan dampaknya untuk masyarakat, baik dari sosial, ekonomi, dan ekologi. Sehingga, sustainability atau keberlanjutan dari produk-produk yang dimanfaatkan berupa hasil hutan ini pun dapat dirasakan semua pihak.

"Secara sosial bisa diterima. Kemudian, secara ekonomi juga menghasilkan dan secara ekologi, tentu saja harus ada timbal baliknya ke lingkungan. Misal, mereka (pengusaha/perusahaan) memanfaatkan rotan tentu saja harus menanam kembali," jelasnya.

Dalam pelaksanaannya, beberapa daerah juga telah mencoba untuk menjalankan program ini. Namun, di Kaltim sendiri baru akan dilakukan dengan berkolaborasi bersama Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia.

"Pilot projectnya dengan beberapa perusahaan di sini," tuturnya.

"Sudah ada beberapa daerah yang juga mencoba dan sebenarnya yang banyak dan berpotensi itu memang di jasa karbon (perdagangan karbon)," tambahnya.

Kendati begitu, KLHK RI juga tengah menyusun regulasi turunannya untuk dituangkan dalam Peraturan Menteri LHK, dimana di dalamnya juga akan membahas tentang carbon trade atau perdagangan karbon. Penyusunan regulasi ini pun akan berjalan beriringan dengan implementasinya di lapangan.

"Tak hanya di Kaltim atau Kalimantan saja, provinsi lain juga sudah ada yang mengajukan (ke KLHK RI)," imbuhnya. ###