
Tarif Impor AS Ancam UMKM, KPPU Minta Pemerintah Ambil Langkah Strategis
- KPPU ungkap empat dampak besar kebijakan tarif ini terhadap iklim persaingan usaha di Indonesia.
Tren
IBUKOTAKINI.COM - Kebijakan tarif impor reciprocial sebesar 32 persen yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap produk dari Indonesia memicu kekhawatiran serius dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Wakil Ketua KPPU, Aru Armando, memperingatkan potensi guncangan besar bagi pelaku usaha nasional, terutama UMKM dan sektor ekspor, serta mendesak adanya respons strategis dari pemerintah.
Dalam konferensi pers di Kantor KPPU Jakarta pada Senin, (5/5/2025), Aru mengungkapkan empat dampak besar kebijakan tarif ini terhadap iklim persaingan usaha di Indonesia.
1. Daya Saing Ekspor Melemah
Kenaikan tarif oleh AS membuat produk ekspor unggulan Indonesia seperti kelapa sawit, tekstil, elektronik, karet, dan kopi menjadi lebih mahal di pasar global. Sementara produk sejenis dari negara pesaing seperti Malaysia hanya dikenakan tarif 24%, yang berpotensi menggeser dominasi Indonesia di pasar ekspor.
2. Serbuan Produk Impor dan Oversupply Domestik
KPPU menilai kebijakan ini juga akan menciptakan kelebihan pasokan di pasar domestik akibat menurunnya permintaan ekspor. Hal ini bisa menurunkan harga komoditas lokal dan memukul pelaku UMKM serta petani. Tidak hanya itu, Indonesia juga berisiko menjadi tempat limpahan produk murah dari Tiongkok yang terkena tarif tinggi di AS. Diperkirakan produk elektronik, baja, furnitur hingga kendaraan senilai USD 221,6 miliar berpotensi membanjiri pasar domestik, membuka peluang terjadinya predatory pricing.
BACA JUGA:
3. Risiko PHK dan Akuisisi Asing
Penurunan pesanan dari AS dapat membuat perusahaan berbasis ekspor mengurangi produksi hingga melakukan PHK. Bahkan, kondisi ini membuka celah bagi investor asing untuk mengakuisisi perusahaan lokal, yang berisiko mengubah struktur pasar nasional dan merusak keseimbangan persaingan.
“Koordinasi dan sinergi pengawasan merger dan akuisisi antara KPPU dengan Pemerintah atau berbagai regulator sangat dibutuhkan saat ini,” ujar Aru.
4. Strategi Pemerintah Berpotensi Kontraproduktif
KPPU juga menyoroti strategi pemerintah seperti wacana penurunan TKDN, penghapusan kuota impor, hingga peningkatan impor dari AS sebagai langkah menyeimbangkan neraca dagang. Langkah-langkah ini dinilai dapat menekan pelaku usaha lokal yang belum siap bersaing dengan produk impor berkualitas tinggi dan murah.
Untuk menghadapi tantangan ini, KPPU merekomendasikan sejumlah langkah strategis. Di antaranya Pemerintah diminta mengoptimalkan peran KPPU dalam mengawasi praktik persaingan usaha tidak sehat; Pembentukan tim koordinasi lintas kementerian untuk mengawasi merger dan akuisisi; Pengetatan arus masuk produk impor, khususnya bagi sektor padat karya, termasuk pengawasan ketat terhadap impor ilegal dan melalui platform daring.
Dan pemberian ruang relaksasi hukum persaingan bagi pelaku ekspor terdampak tarif agar bisa berkonsultasi dengan KPPU terkait strategi bertahan mereka.
KPPU menegaskan bahwa UMKM merupakan pihak yang paling terdampak dalam situasi ini. Oleh karena itu, UMKM harus menjadi prioritas dalam setiap perundingan dan kebijakan ekonomi yang akan diambil.
“UMKM adalah garda depan Indonesia. Jika tak dijaga hari ini, besok kita hanya akan jadi penonton di rumah sendiri,” tegas Aru. ***