Transaksi Rendah, Begini Tantangan dan Potensi Bursa Karbon
Ekbis

Transaksi Rendah, Begini Tantangan dan Potensi Bursa Karbon

  • BKF mencatat, sejak September hingga April 2024, total nilai transaksi bursa karbon hanya mencapai Rp35,30 miliar.
Ekbis
Redaksi

Redaksi

Author

JAKARTA - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa nilai transaksi bursa karbon di Indonesia masih tergolong rendah meskipun ada potensi yang cukup besar dari ekosistem perdagangan yang sudah eksis sejak akhir 2023 itu.

Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Boby Wahyu Hernawan menyampaikan bahwa rendahnya transaksi ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman berbagai pihak terkait nilai ekonomi dari karbon.

Padahal, karbon dapat dimonetisasi dan diperdagangkan, yang seharusnya menjadi potensi ekonomi yang signifikan. Menurut Boby, tantangan utamanya adalah bagaimana meningkatkan kesadaran para pihak terkait mengenai potensi ekonomi karbon.

"Pertanyaannya adalah kembali kepada supply dan demand mengenai bagaimana para pihak itu aware tentang bahwa ada nilai ekonomi karbon yang bisa dapat dimonetisasi, bisa diperdagangkan, dsb," ujar Boby

Oleh karena itu, Boby menegaskan bahwa peningkatan transaksi bursa karbon menjadi tugas penting bagi pemerintah dan stakeholder terkait, termasuk para partisipan.

Bursa karbon memiliki peran yang signifikan dalam membantu pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) seiring dengan tantangan perubahan iklim global.

BACA JUGA:

Boby mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi penyuplai utama pengurangan karbon, mengingat luasnya hutan lindung yang dimiliki.

Upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman mengenai nilai ekonomi karbon diharapkan dapat mendorong lebih banyak partisipasi dan transaksi dalam bursa karbon, yang pada akhirnya mendukung upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.

Pemerintah dan para stakeholder perlu bekerja sama lebih erat untuk mengedukasi dan mempromosikan pentingnya bursa karbon. Dengan potensi besar yang dimiliki, Indonesia dapat memainkan peran kunci dalam pasar karbon global, sekaligus mendapatkan manfaat ekonomi yang signifikan dari perdagangan karbon ini.

BKF mencatat, sejak September hingga April 2024, total nilai transaksi bursa karbon hanya mencapai Rp35,30 miliar. Adapun pihak yang terlibat dalam transaksi di bursa karbon mencapai 57 partisipasi  dengan frekuensi transaksi sebanyak 60 kali dan nilai transaksi sebesar Rp35,3 miliar.

Secara rinci, pada periode September hingga Desember 2023, tercatat ada 46 partisipan dengan frekuensi transaksi 47 kali dengan nilai Rp30,9 miliar. Kemudian, pada bulan Januari, terdapat 48 partisipan dengan frekuensi transaksi 7 kali dan nilai transaksi Rp453,2 juta.

Pada bulan Februari, tidak ada transaksi sama sekali di bursa karbon namun tercatat ada penambahan partisipan menjadi 50. Kemudian, pada bulan selanjutnya, tercatat transaksi sebanyak 2 kali dan partisipan bertambah lagi menjadi 53 dengan nilai Rp3,9 miliar. Lalu, pada bulan April 2024, terjadi 4 kali transaksi dan jumlah partisipannya mencapai 57 dan nilai transaksi mencapai Rp6,3 juta.

Terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 28 Mei 2024, terdapat penambahan perusahaan yang terlibat sehingga jumlah partisipannya mencapai 62.

Sementara itu, secara kumulatif, frekuensi transaksi mencapai 75 kali dalam rentang waktu tersebut dan nilai transaksi terhitung sebesar Rp36,7 miliar.***