
Libur Lebaran dan Jumat Agung Tak Berdampak Okupansi Hotel di Balikpapan
- Momentum libur panjang seperti Idulfitri 2025 dan Jumat Agung, tingkat okupansi tetap lesu.
Ekbis
IBUKOTAKINI.COM - Tingkat hunian hotel di Kota Balikpapan, rupanya tidak terpengaruh dengan dengan adanya libur lebaran Idul Fitri 1446 Hijriyah serta Jumat Agung.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Balikpapan, Sugianto, menyatakan okupansi berada di bawah 30 persen, jauh di bawah batas minimal operasional sebesar 40 persen.
“Situasi saat ini lebih buruk dibanding masa pandemi COVID-19,” kata Sugianto di Balikpapan, Kamis 24 April 2025.
Ia menjelaskan, pada masa pandemi, hotel masih dapat bertahan karena dialihfungsikan sebagai fasilitas karantina.
Namun pada tahun ini, meski terdapat momentum libur panjang seperti Idulfitri 2025 dan Jumat Agung, tingkat okupansi tetap lesu.
BACA JUGA:
https://ibukotakini.com/read/ada-ikn-jumlah-wisatawan-balikpapan-capai-64-ribu-orang
“Libur Lebaran hanya mendongkrak okupansi sekitar 70 persen, turun dari 90 persen tahun lalu. Sementara saat Jumat Agung, sejumlah hotel bahkan tidak menerima tamu,” ujarnya.
PHRI mencatat penurunan mulai terasa sejak awal 2025, seiring menurunnya aktivitas kunjungan pejabat pusat ke Balikpapan.
Sugianto menilai, absennya kunjungan Presiden Joko Widodo turut memengaruhi geliat bisnis perhotelan.
“Kunjungan pejabat pusat, termasuk Presiden, selama ini mendorong okupansi. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi,” tegasnya.
BACA JUGA:
https://ibukotakini.com/read/diskominfo-kaltim-kembangkan-superapp-integrasikan-pelayanan-publik
Selain itu, larangan kegiatan perpisahan sekolah di hotel yang turut menekan pendapatan.
Di tengah kondisi ini, mayoritas hotel melakukan efisiensi untuk bertahan, termasuk pengurangan jumlah karyawan dan pemangkasan aktivitas operasional yang dianggap tidak esensial.
“Langkah paling realistis adalah mengurangi tenaga kerja,” kata dia.
Hingga saat ini belum ada hotel yang resmi tutup, namun PHRI mengingatkan potensi kebangkrutan jika tidak ada intervensi dari pemerintah.
Ia mencontohkan dua hotel di Bogor yang telah menutup operasional akibat tekanan serupa.
“Pemulihan bergantung pada kebijakan pemerintah. Jika kegiatan pertemuan dan acara kembali digelar di hotel, maka sektor ini bisa bangkit,” pungkas Sugianto.***